Lombok Timur, Selaparangnews.com - Satuan Gugus Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan Covid-19 Lombok Timur batasi warga Lombok Barat dan Kota Mataram untuk berwisata ke wilayah Sembalun, lantaran masih tingginya angka positif Covid-19 di dua daerah itu.
Sekertaris Satgas Covid-19 Lotim, Drs. H.M. Juaini Taofik mengatakan, pembatasan itu merupakan respon dari Tim Gugus Tugas Covid-19 Lotim untuk memastikan tidak ada lagi kerumunan masa di sana.
"Pada minggu lalu telah terjadi kerumunan masa di wilayah Pusuk, itu menjadi masalah yang sempat viral. Oleh karenanya, khusus untuk warga yang ber KTP Lobar dan Mataram dibatasi naik ke Sembalun sebagai antisipasi penularan Covid-19 di Lotim" ungkapnya. Sabtu (27/06/2020) melalui WAG Wartawan.
Terhadap beberapa protes dari warga, Juaini Taofik menjelaskan bahwa setiap kebijakan pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Akan tetapi, Tim Satgas Covid-19 Lotim menyadari bahwa paling utama yang harus dilakukan ialah mengendalikan penyebarannya dengan cara seperti itu.
Menurutnya, tindakan yang dilakukan Satgas Covid-19 di Sembalun itu justru untuk menjaga Sembalun dan masyarakat setempat agar tetap aman dari penularan. Ia menilai wajar jika banyak orang yang protes terhadap kebijakan tersebut
"Prinsip Orang Tua terhadap anaknya, bahwa di ujung Cemeti itu ada Emas" tulisnya memberikan perumpamaan.
Sementara itu, kepala Dinas Pariwisata Lotim, Dr. H. Mugni ketika dikonfirmasi mengatakan, pembatasan di wilayah Sembalun itu merupakan hasil keputusan rapat Forkompinda di Rumah Jabatan Sekda pada 25 Juni lalu.
Adapun bunyi dari hasil rapat itu ialah, lanjutnya, semua yang naik ke Sembalun pada hari Sabtu dan Minggu harus menyiapkan KTP, karena pada hari itu Ada pengecekan dan penegakan protokol pencegahan Covid-19 di sana.
"Keputusan rapat mengatakan, yang ber KTP Lobar dan Kota Mataram untuk sementara waktu tidak diijinkan naik, kecuali ada tujuan khusus dengan bukti yang otentik" ucapnya.
untuk warga lain, lanjut Mugni, tetap diijinkan berwisata ke sana dengan ketentuan wajib memakai masker dan suhu tubuh di bawah 38 derajat.
Senada dengan Juaini Taofik, dia juga mengatakan bahwa pembatasan warga Lobar dan kota Mataram itu berangkat dari trend penyebaran Covid-19 di Lobar dan Mataram masih tinggi.
"Kita di Lotim mengantisipasi OTG (Orang Tanpa Gejala), tapi kalau di sana sudah setara dengan Lombok Tengah dan KLU maka silahkan datang ke Lotim, namun tetap dengan protokol Covid-19 yaitu Wajib memakai masker dengan benar, Suhu tubuh di bawah 38 derajat, Jaga jarak, Sadari Kapasitas ruang publik yaitu maks 50 persen" jelasnya sembari mengajak untuk berwisata dengan sadar BSA (BERSIH-SEHAT-AMAN).
Menanggapi hal itu, Ketua Asosiasi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kabupaten Lombok Timur, Royal Sembahulun mengapresiasi dan siap mengikuti kebijakan tim gugus tugas Covid-19 Lotim di kawasan Sembalun.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh tim gugus Tugas itu memang harus diikuti, mengingat alasannya melakukan itu untuk melindungi masyarakat setempat dan kawasan wisata Sembalun dari penularan pelaku wisata, terutama yang datang dari daerah yang angka kasusnya masih tinggi, seperti Lombok Barat dan Kota Mataram.
"Kita sebagai pelaku tentu tidak mau menang sendiri, intinya bagaimana baiknya menurut Tim Gugus selaku pemegang komando, kita akan ikuti" ujarnya.
Akan tetapi, lanjut Royal, yang cukup disayangkan dari kebijakan Tim Gugus itu ialah tidak adanya pemberitahuan lebih awal terkait kegiatan pembatasan itu di sana.
"Cuma yang jadi persoalan ialah, pembatasan ini dilakukan tiba-tiba, bahkan pak camat saja tidak tahu akan dilakukan penjagaan, akibatnya banyak dari wisatawan yang merasa kecewa" cetusnya.
Royal Sembahulun mengatakan, seandainya ada pemberitahuan lebih awal, maka dia bersama pemerintah setempat akan lebih mudah memberitahukan wisatawan agar tidak perlu jauh-jauh datang ke sana, jika pada akhirnya disuruh kembali.
Selain kecewa, menurut Royal, pembatasan itu juga membuat para wisatawan diam dan berkerumun, menunggu petugas pergi meninggalkan lokasi penjagaan. "Informasi dari kawan-kawan, tadi di Suela sekitar 800-an orang berkerumun menunggu petugas pergi" bebernya.
Royal berharap supaya peristiwa itu dijadikan bahan evaluasi oleh tim gugus tugas supaya bisa memberitahukan informasi lebih awal jika ingin melakukan hal serupa.
Termasuk juga penerapan jaga jarak, lanjut Royal, metode yang digunakan tim gugus masih kurang efektif, karena tidak diberikan jeda beberapa menit setelah dilakukan pemeriksaan.
"Setidaknya kalau mau menerapkan jaga jarak maka harus diatur, misalnya dengan didiamkan dulu beberapa saat baru diberangkatkan" jelasnya.
Terkait mekanisme pembatasan warga Lombok Barat dan Mataram, Royal menilai tidak adil jika hanya dibatasi "ya kalau memang dianggap Zona merah lebih baik jangan dikasih sama sekali" ucapnya sembari mengatakan, bagaimana jika ada orang yang datang berkelompok, di mana yang dibolehkan hanya sebagian.
Tidak hanya itu, Royal juga mengatakan bahwa pembatasan yang dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu di Sembalun berdampak pada perekonomian masyarakat setempat.
Pasalnya, lanjut Royal, kalau sudah hari Sabtu dan Minggu, masyarakat akan berduyun-duyun menjejer produk dagangnya di sepanjang jalan Sembalu, karena masyarakat tahu bahwa pada hari itu pengunjung yang datang pada hari itu sangat banyak
"Masyarakat itu kan tahu kalau sudah hari Sabtu, maka mereka menyediakan berbagai macam barang untuk dijual kepada pengunjung" ujarnya.
Tidak hanya pedagang, lanjutnya, termasuk usaha perhotelan dan penginapan juga terkena imbasnya, karena orang-orang yang datang untuk menginap di hotel dan homestay, bukan untuk naik bukit dan gunung terpaksa harus pulang saat itu juga.
Kendati demikian, Royal tetap pada pernyataannya di awal untuk taat pada kebijakan yang diambil oleh tim Gugus Tugas. "Saya ulangi sekali lagi, kami tetap ikuti apa yang terbaik menurut Tim Gugus Tugas. Hanya saja tidak ada pemberitahuan dari awal, bahkan pak Camat saja bingung dan baru tahu ada surat edarannya setelah pembatasan dilakukan" tutupnya. (SN-05)