Foto: Ahmad Muzakkir, Ketua Karang Taruna Desa Puncak Jeringo, Kecamatan Suela, Lotim |
Lombok Timur, Selaparangnews.com – Sebelas Tahun telah berlalu, namun janji Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur untuk memberikan sertifikat tanah bagi masyarakat pindahan Desa Puncak Jeringo, Kecamatan Suela, Lotim masih belum jelas arahnya.
Hal itu kemudian menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat setempat yang telah lama menggantungkan hidupnya di sana. Pasalnya, tanah gersang yang sudah mulai dibangun itu, diduga telah menjadi lahan klaim oleh berbagai pihak yang berkepentingan.
“Sudah 11 tahun kami menjadi penduduk transmigrasi, namun sampai saat ini masih belum ada kejelasan soal sertifikat tanah transmigrasi Puncak Jeringo” ungkap Ahmad Muzakir, Ketua Karang Taruna Desa Puncak Jeringo. Minggu (19/07/2020).
Muzakir menyebutkan, Pemerintah Daerah Lotim sudah sering menjanjikan penyelesaian sertifikat itu. Dia mengatakan bahwa janji serupa juga disampaikan Pemda Lotim pada tahun 2015 lalu, 6 tahun setelah adanya perpindahan tahap pertama ke Desa Puncak Jeringo, yakni pada tahun 2009 yang kemudian disusul dengan perpindahan tahap kedua pada tahun 2011.
Namun, lanjut Muzakkir, hingga tahun 2020 ini belum ada kejelasan mengenai sertifikat lahan tinggal dan lahan garapan yang pernah dijanjikan pada mereka itu. “Dulu kami dijanjikan sertifikat itu akan keluar dalam jangka waktu 5 tahun,” kenang Zakir.
Karena itulah, sebagai masyarakat pindahan, dia dan masyarakat setempat mengaku khawatir jika sewaktu-waktu masyarakat Desa Puncak Jeringo diusir dari tempat itu.
“Tentu kami sebagai warga transmigrasi merasa sangat resah soal ketidak jelasan status sertifikat tanah yang kami tempati, yang sewaktu-waktu bisa saja diklaim oleh oknum atau pihak tertentu,” Jelasnya sembari mengatakan bahwa apa yang dikhawatirkan itu semakin terlihat setelah beberapa lahan mulai diambil oleh oknum tertentu dengan membawa surat dan sertifikat kepemilikian tanah.
Namun demikian, lanjutnya, dia dan masyarakat tidak gentar. Bahkan Dia berjanji akan mempertahankan tanah itu, jika seandainya ada yang usil merampasnya dari tangan mereka.
Pasalnya, kata dia, masyarakat pindahan Desa Puncak Jeringo juga memiliki alas hukum yang kuat untuk mempertahankannya, yaitu berupa SK dari Bupati.
Menurutnya, ketidak jelasan sertifikat tanah di Desa Puncak Jeringo itu adalah tanggungjawab Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lotim yang dianggap melakukan pembiaraan terhadap keresahan masyarakat di sana.
Oleh karenanya, dia meminta Disnakertrans segera mengatensi hal itu, agar masyarakat setempat bisa menjalani hidup dengan tenang. “Dalam hal ini Disnakertrans harus bertanggung jawab atas keresahan warga transmigrasi selama ini,” ucapnya.
Selain itu, Muzakkir juga meminta Bupati Lombok Timur, H.M. Sukiman Azmi membayar janji politik yang dia sampaikan pada masyarakat Desa Puncak Jeringo saat mencalonkan diri. “Kami juga meminta supaya Bupati menepati janjinya sewaktu berkampanye dulu, di mana salah satu janjinya ialah akan menyelesaikan persoalan tanah transmigrasi di Desa Puncak Jeringo,” kata dia.
Terpisah, H. Supardi, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Lotim, ketika diminta keterangan terkait keluhan masyarakat Desa Puncak Jeringo itu mengatakan bahwa sebenarnya pihaknya akan memulai hal itu pada tahun anggaran 2020 ini, namun karena adanya bencana wabah pandemi Covid-19, akhirnya anggaran untuk melakukan pekerjaan itu tidak mencukupi. Dan dia berjanji akan memasukkannya dalam program kerja tahun anggaran yang akan datang.
“Tadinya kita akan melakukan pemetaan dulu terhadap lahan tinggal dan lahan garapannya, tapi karena Covid-19 maka anggaran untuk itu tidak mencukupi,” jelasnya.
H. Supardi meminta supaya masyarakat Desa Puncak Jeringo tidak perlu khawatir terhadap keterlambatan itu, apalagi mereka sudah mengantongi SK Bupati. “Kan tinggal tahapannya yang akan kita mulai melalui peta bidang dulu yang perlu kita perjelas seusai dengan SK yang dulu pernah diterbitkan, baru nanti mengarah ke pembuatan sertifikat itu,” katanya menambahkan.
Dia mengaku bahwa berdasarkan SK Bupati tersebut, masing-masing KK mendapat sekitar 0,25 Ha untuk lahan tinggalnya dan sekitar 0,75 untuk lahan garapannya. Makanya lanjut H. Supardi, hal itu perlu diverifikasi lagi untuk memastikan berapa luas lahan yang akan digunakan dan berapa jumlah KK yang ada di sana.
“Kalau tidak salah ada 200 KK yang disebutkan dalam SK itu” tutupnya. (SN-05)