Notification

×

Iklan

Iklan

Alarm NTB Pertanyakan Pelaksanaan PERMEN-KP Nomor 12 Tahun 2020.

Tuesday, July 21, 2020 | July 21, 2020 WIB Last Updated 2021-04-19T16:35:00Z
Foto: Arsa Ali Umar Ketua Aliansi Masyarakat Menggugat (Alarm) NTB.

Lombok Timur, Selaparangnews.com - Ketua Aliansi Masyarakat Menggugat (Alarm) mempertanyakan esensi dari perubahan Peraturan Menteri  Kelautan dan Perikanan (PERMEN-KP)  No. 56 Tahun 2016 menjadi PERMEN-KP No. 12 Tahun 2020. Menurut sebagian orang  merupakan berkah dan kebahagiaan, karena dianggap akan menguntungkan semua pihak baik Pengusaha, Nelayan dan Konservasi Alam.

"PERMEN-KP No 12 Tahun 2020 ini mengandung unsur Keseimbangan dan Keadilan karena tiga unsur yang menjadi sistem dan siklus yaitu Pengusaha, Nelayan dan Konservasi Alam terjamin dan dijamin keberadaannya oleh Negara". tutur Arsa, 21/07/20. 

Menurutnya, perusahaan diberikan legalisasi untuk melakukan jual beli dan eksportir, Nelayan budidaya maupun tangkap diberikan Legal Identity serta alam menerima kewajibannya untuk Konservasi melalui kewajiban perusahaan untuk melakukan Restoking atau Pelepas Liaran sebanyak 2% dari yang di budidaya oleh perusahaan. 

"Keberadaan dan realisasi dari PERMEN-KP No.12 Tahun 2020 ini muaranya adalah budidaya, karena budidaya harus menjadi prioritas bagi perusahaan manapun yang melakukan jual beli dan eksportir,’’paparnya.

Ia melanjutkan, kewajiban budidaya bagi semua perusahaan adalah kunci di berikannya ijin untuk melakukan eksportir karena disetiap hasil budidaya atau pembesaran itu perusahaan memiliki kewajiban untuk tetap menjaga ekosistem alam lobster ini ada, sehingga setiap perusahaan berkewajiban untuk melakukan Restoking atau Pelepas Liaran sebanyak 2% dari yang di Budidaya itu. 

Ia mempertanyakan, apakah perusahaan-perusahaan yang sudah mendapat ijin dan sudah melakukan proses jual beli dan eksportir sudah benar melakukan proses budidaya atau belum. Kalau memang sudah ada. lalu berapa banyak perusahaan yang sudah melakukan Restoking atau Pelepas Liaran sebagai bentuk kewajiban mereka terhadap negara?. Tanyanya

Di samping itu, ia juga mempertegas jangan sampai budidaya masyarakat di klaim sebagai budidaya perusahaan, padahal, masyarakat sudah dan telah melakukan budidaya secara mandiri dari dulu.

"Pemerintah Kabupaten maupun Provinsi harus tegas terhadap penegakkan regulasi kepada perusahaan-perusahaan yang sudah mendapatkan ijin dan sudah melakukan proses jual beli dan eksportir di wilayah NTB,"tegasnya

Selain itu, ia mempertanyakan, sudah menjalankan esensi dari PERMEN-KP No. 12 Tahun 2020 tentang Kewajiban Melakukan Budidaya. kelihatannya proses dan kewajiban mereka selalu dilakukan secara simbolik dan normatif. 

"Jangan sampai PERMEN-KP itu hanya di terapkan secara simbolik dan normatif". Tutupnya.(SN-07)
×
Berita Terbaru Update