Notification

×

Iklan

Iklan

Ternyata Ini Maksud Dari "Mapel PAI dan Bahasa Arab Tidak Berlaku Lagi"

Sunday, July 12, 2020 | July 12, 2020 WIB Last Updated 2021-04-01T19:15:02Z
Foto: Dony Handriawan, M.Pd.I selaku akademisi di Organisasi Ittihad Mudarrisil Lughah al Arabiyah (IMLA) atau Persatuan Pengajar Bahasa Arab Indonesia

Lombok Timur, Selaparangnews.com - Beredarnya surat dari Kementerian Agama Republik Indonesia dengan No. Surat B-1264/DJ.I/Dt.I.I/PP.00/07/2020 terkait dengan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab di Madrasah sudah tidak berlaku lagi ternyata banyak orang yang salah kaprah dalam memaknai konteks dari surat tersebut.

Terbukti dengan banyaknya komentar negatif masyarakat yang tidak bisa mengartikan perihal makna yang sebenarnya terkadung dalam surat dari Kemenag RI itu, sedikit tidak bisa membuka mata masyarakat bahwa selama ini hanya segelintir orang yang memahami isi sempurna dari suatu hal dan mayoritas hanya melihat sekilas kemudian memaknai mentah sesuatu tersebut.

"Memang fenomena warga kita sekarang ini baik secara langsung atau yang ada di media sosial itu rata-rara hanya melihat sekilas langsung menyimpulkan tanpa melihat dengan detail dulu", terang Dony Handriawan, M.Pd.I selaku akademisi di Organisasi Ittihad Mudarrisil Lughah al Arabiyah (IMLA) atau Persatuan Pengajar Bahasa Arab Indonesia. Minggu, (12/07/2020).

Pria yang saat ini sibuk menjadi Dosen di Universitas Islam Negeri Mataram ini juga menuturkan bahwa substansi dari surat itu tidak perlu diributkan karena memang tidak ada kandungan yang negatif di dalamnya jika masyarakat membaca dengan lebih rinci lagi.

"Sebetulnya tidak ada masalah dalam isi surat itu, apalagi lebih teliti lagi cara membacanya khusus dibagian KMAnya", tuturnya.

Sesuai dengan isi surat tersebut yang menyebutkan bahwa Keputusan Menteri Agama (KMA) yang terdahulu nomor 165 tahun 2014 sudah tidak berlaku lagi dengan adanya KMA nomor 183 dan 184 tahun 2019 yang baru ini.

"Itu sudah jelas bahwa yang dimaksud tidak berlaku lagi adalah kurikulum yang mengatur PAI dan Bahasa Arab di KMA 2014 No. 165", tegasnya.

Itu berarti menunjukkan jika kurikulum 2013 tetap ada namun dengan adanya KMA baru ini kurikulum tersebut mengalami penyegaran dengan melihat situasi dan kondisi saat ini. Dengan memasukkan konten-konten yang sesuai dengan perkembangan saat ini.

"Artinya begini, kurikulum 2013 tetap berlaku. Akan tetapi ada pengembangan atau akan di relevansikan dengan kondisi dimana wilayah dari tempat pendidik masing-masing", paparnya.

Dengan adanya KMA yang baru ini justru Ia meyakini bahwa pemerintah dalam hal ini menginginkan supaya materi dikurikulum yang sebelumnya itu bisa ditransformasikan untuk saat ini agar peserta didik tidak menerima pelajaran yang itu-itu saja.

"Bahkan di KMA yang terbaru sekarang ini Madrasah diberikan keluasaan untuk menambahkan muatan lokal dan sekilas kemarin saya lihat di KMA itu ada alokasi penambahan 6 jam di ketiga Mapel",  katanya.

Selain itu, Ia mencontohkan keadaan yang dulu dan sekarang dalam Mapel bahasa arab mengenai KMA yang baru ini. Misalkan saat ini tuntutan global dalam komunikasi bahasa arab yang dulunya itu harus sesuai dengan kaidah (fusha), sekarang ini mulai dilirik yang bahasanya agak pasaran (amiyah). Dan mau tidak mau memang harus begitu seiring dengan perkembangan dunia yang menyodorkan hal itu, kilasnya.

Dalam konteks keindonesiaan Ia juga menjelaskan bahwa siapapun nantinya yang mempimpin Indonesia khususnya yang memegang pucuk pimpinan di Kementerian Agama itu menurutnya tidak mungkin ada yang berani menghapus kedua mata pelajaran tersebut.

"Jadi kalau dalam surat itu tertuangan kata tidak berlaku lagi, itu bukan PAI dan bahasa arabnya yang akan di hapus. Dan saya rasa dalam konteks kita di Indonesia ini juga tidak akan ada yang berani penghapus ke dua Mapel itu", ungkapnya.

Ia juga tidak menafikkan jika nantinya dengan KMA yang baru ini pasti ada kendala yang akan dialami oleh tenaga didik. Apalagi jika melihat fakta lapangan bahwa saat ini ada juga tenaga didik yang berkategori berumur dan itu seharusnya hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, jika ingin tenaga didik tidak mengajarakan materi yang monoton setiap tahun.

"Nantinya jika KMA ini direalisasikan, pasti juga akan ada kendala lagi di tenaga didik karena harus menyesuaikan lagi, tapi pastinya nanti juga akan ada diklat-diklat", ujarnya.

Sambungnya, Ia sangat menyayangkan adanya bahasa yang tidak sepantasnya di Media Sosial (Medsos) yang ditulis oleh segelintir orang terkait dengan beredar luasnya surat tersebut. 

"Ketika infromasi itu dilempar ke Medsos, motif orang kan berbeda-beda kalau sudah di dunia maya itu jadinya arah niat informasi itu tergantung niat orang yang menyebarkan", ulasnya.

Terpisah, Ahmad Sya'roni, S.Pd yang juga lulusan bahasa arab ini menyampaikan bahwa dengan adanya KMA itu justru Ia sangat mendukung. Terlebih lagi itu merupakan penyegaran daru sistem lama ke sistem baru.

"Justru bagus, karena ada penyegaran materi pelajaran, kalau yang kemarin masih pakai materi klasik dan harusnya memang menyesuaikan dengan kondisi zaman sekarang", tandas Roni

Peserta didik dalam hal ini justru akan lebih mudah mengakses refrensi pembelajarannya jika dibandingan dengan kemarin.

"Lebihnya lagi, buku-buku yang sekarang lebih mudah didapatkan karena hanya dengan mengunduh di internet bukunya sudah ada tanpa harus membeli buku paket lagi", pungkasnya.

Lebih khusus lagi Dony Handriawan, M.Pd.I menambahkan selaku akademisi yang tergabung dalam Organisasi IMLA Indonesia, dalam hal ini mengharapkan agar seluruh tenaga didik saat ini tetap belajar sesuai dengan kandungan zaman saat ini. Sehingga tidak ada lagi tenaga didik yang hanya mengulang-ulang materi yang disampaikan itu saja setiap tahunnya.

"Kami sendiri mengharapkan agar seluruh guru khususnya tenaga didik yang memegang Mapel PAI dan bahasa arab harus sering meng-upgrade diri agar menyesuaikan dengan kondisi saat sekarang ini", tutupnya. (SN-06)
×
Berita Terbaru Update