Foto: Iwan Setiawan, Sekretaris DPP HKTI NTB |
Lombok Timur, Selaparangnews.com – Munculnya berbagai asumsi miring dari berbagai kalangan masyarakat terkait program 10 juta sapi yang diluncurkan Dewan Pengurus Provinsi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPP HKTI) Nusa Tenggara Barat (NTB) baru-baru ini, Mendorong DPP HKTI NTB untuk memberikan penjelasan secara panjang lebar dan lebih teperinci.
Sebagaimana dipaparkan Sekretaris
DPP HKTI NTB, Iwan Setiawan, Program 10 Juta sapi HKTI NTB itu merupakan
program riil dengan tahapan perhitungan yang rigit. Bahkan, detailnya telah
dirincikan di dalam draft perjanjian kerja sama antara HKTI NTB, PT. Karya Hoqi
dan PT. Mineral Energi Mulia (MEM).
Pertama, lanjut Iwan, HKTI NTB
mendorong kerja sama dengan PT. MEM yang tidak lain merupakan anak perusahaan
dari PT. Karya Hoqi, untuk mendatangkan sapi dari Australia, di mana modal HKTI
NTB itu bersumber dari PT. Karya Hoqi. Lalu, sambungnya, ada kontrak kedua
yaitu kontrak kerja sama antara HKTI NTB dengan PT. Karya Hoqi.
Pada kontrak kedua itu, tegas
Iwan, PT. Karya Hoqi berkewajiban untuk membeli kembali kepada HKTI NTB dalam
bentuk daging yang sudah dipotong, dan PT. Karya Hoqi selaku pembeli
memasarkannya ke pasar yang sudah jelas, yaitu pangsa pasar Timur Tengah, “
"Jadi di sana ada dua
kontrak, pertama kontrak PT. MEM dengan HKTI NTB untuk pembelian sapi. Dana
HKTI NTB berasal dari PT Karya Hoqi. Kemudian nanti sapi yang dikelola oleh
HKTI NTB ini, dibeli kembali oleh PT. Karya Hoqi dalam bentuk daging yang siap
diekspor ke Timur Tengah,” paparnya. Jum’at, 23/10/2020.
Iwan memperjelas posisi HKTI NTB
dalam sistem kerja sama itu, terutama yang berkaitan dengan permodalan. "Nah
modal awal ini kita telah MoU dengan PT Karya Hoqi. PT Karya Hoqi menaruh
modalnya secara sah di rekening HKTI NTB untuk dijadikan modal bagi HKTI
membeli sapi kepada PT MEM. Harus diketahui juga PT MEM ini adalah anak
perusahaan dari PT Karya Hoqi, jadinya Direktur Utamanya satu, yaitu Haji
Bachtiar," imbuhnya.
Dalam kontrak kerjasama antara
HKTI NTB dengan PT. MEM, kata Iwan, sangat jelas tertulis dalam draf kerja sama
kedua belah pihak bahwa HKTI NTB akan didropkan 10 juta sapi secara bertahap
dalam jangka waktu 5 tahun. Dengan catatan jika tidak cukup 5 tahun, maka HKTI
NTB diberikan waktu tambahan dengan rincian 600 ribu ekor sapi per tahun.
"Jadi di dalam kontrak kerja
sama antara HKTI NTB dan PT. MEM, yang merupakan anak perusahaan dari PT. Karya
Hoqi itu dikatakan bahwa HKTI NTB akan didropkan 10 juta ekor sapi bakala
(brahma) dalam 5 tahun, dengan catatan, jika tidak cukup 5 tahun, maka akan ada
perpanjangan bagi HKTI NTB. Untuk per tahunnya akan didrop ke HKTI 600 ribu
ekor sapi," urainya.
Angka 10 juta ekor sapi yang
diberikan kepada HKTI NTB itu merupakan jumlah kuota yang diberikan oleh
Kementerian Pertanian RI kepada PT. Karya Hoqi untuk memenuhi pasar ekspornya
ke Timur Tengah. Artinya PT. Karya Hoqi melimpahkan seluruh kuotanya untuk HKTI
NTB.
"Adapun Kenapa kita taruh 10
juta itu merupakan kuota yang diberikan oleh Kementerian Pertanian kepada PT.
Karya Hoqi untuk ekspor daging ke Timur Tengah, khususnya sebanyak 10 juta
ekor"
Lebih lanjut, HKTI NTB akan
membeli sapi dari anak perusahaan PT. Karya Hoqi yaitu PT. MEM, sebanyak jumlah
kuota tersebut. Jadi dari Australia didatangkan ke NTB, dari NTB dipelihara 3
bulan, seterusnya disembelih di Lombok, dipacking di Lombok, baru diekspor ke
Timur Tengah dan berbagai negara," paparnya.
Lanjutnya, apabila 10 juta sapi
itu tidak mampu dikelola oleh HKTI NTB dalam waktu 5 tahun yang telah
ditetapkan, maka HKTI NTB telah mengantisipasi kemungkinan itu dengan menjalin
kerjasama dengan DPP HKTI Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk penyediaan lahan
ternak.
"Jadi 10 juta itu, ketika
tidak cukup di NTB kita akan lari ke NTT, karena bekerja sama dengan PT Karya
Hoqi ini tidak mutlak di Lombok dan Sumbawa, kami juga sudah menyiapkan lahan
di wilayah NTT, bekerjasama dengan DPP HKTI Nusa Tenggara Timur," tegasnya.
Sambung Iwan, tidak benar jika
akan didatangkan langsung secara bersamaan sebanyak 10 juta sapi ke NTB, atau 1
juta sapi ke Lombok Timur dalam satu waktu dan tempat yang sama, malahan
menurutnya hal itu adalah sebuah kemustahilan.
"Tidak benar dan tidak
mungkin 10 juta sapi ke NTB atau 1 juta untuk Lombok Timur sekaligus. Itu
mustahil. Tapi akan dijalankan bertahap. Jadi tidak ada hal-hal yang aneh di
sini, tidak ada hal-hal yang tidak masuk akal, jadi prosedurnya pun sangat
sangat gampang, jadi kita HKTI NTB mencari peternak yang betul-betul
peternak," sebutnya.
Dirinya juga menyatakan jika saat
ini, pihaknya di HKTI NTB akan berupaya maksimal mendatangkan 25 ribu ekor sapi
di triwulan ke lV, atau sampai akhir tahun 2020 ini, sembari menunggu normalnya
prasarana dan sarana serta aktivitas Pelabuhan Pelindo ll Gili Mas Lombok
Barat.
"Nah kami berupaya 25.000
ekor untuk tahun 2020, sisa akhir tahun ini didatangkan di akhir tahun ini,
nanti 2021 berlaku normal, menunggu normalnya Pelabuhan Pelindo ll yang ada di
Gili Mas," katanya.
Nantinya dalam keadaan normal,
dalam satu bulan akan dilakukan pengiriman sapi dari Australia ke NTB sebanyak
50 ribu ekor sapi.
"Muatan 1 kapal 25 ribu ekor,
kalau normal nantinya, nah
harapannya setiap bulan itu 2 kapal, berarti rata-ratanya 50 ribu ekor sapi per
bulan. Itu normalnya," sebutnya.
Dalam kesempatan itu, Ia juga
menjelaskan secara rinci kembali, terkait pola binaan bagi peternak yang akan
menerima program HKTI NTB ini.
"Sistemnya juga bukan
"ngadas" yang kadang
keuntungannya dibagi 3. Nanti peternak itu akan mendapatkan keuntungan pasti,
yaitu 100 persen dari berat lebih sapi pada penimbangan awal/bibit,"
paparnya.
Lebih lanjut dirinya juga
menjelaskan terkait prioritas yang dituju dari program ini yaitu orang yang
betul-betul berprofesi sebagai peternak, baru selanjutnya ke pola lain dengan
berkerjasama dengan pondok pesantren.
"Program ini diprioritaskan
untuk "pengadas", Peternak atau orang-orang yang ingin belajar
menjadi peternak. Nah setelah itu terealisasi, baru kita beralih ke
pondok-pondok pesantren, yang tentunya
tidak mungkin dipelihara oleh seluruh masyarakat kita yang bukan peternak, karena memelihara sapi ini
juga butuh ketekunan, keuletan," ungkapnya.
Tegasnya kembali, program sapi
ini tidak mungkin akan diberikan kepada orang yang tidak memiliki keahlian di
peternakan sapi, karena ada konsekuensi masing-masing, baik itu penerima
program (peternak) dan atau HKTI NTB sendiri.
"Jadi tidak bisa
mentang-mentang kita berikan kepada guru dan masyarakat yang tidak punya
keahlian berternak sapi untuk kita berikan. Tidak. Nanti mereka demam panggung,
seolah-olah ini seperti sapi bantuan hibah. Rugi kita. Jadi tidak
demikian"
Sambungnya semua sama-sama
memiliki tanggung jawab, peternak memiliki tanggung jawab untuk memelihara dan
menambah berat, semakin rajin, semakin besar, semakin banyak keuntungan,"
cetusnya.
Untuk harga daging sapi yang akan
dibeli oleh PT. Karya Hoqi kepada peternak binaan HKTI NTB, tegasnya sudah
tercantum dalam nilai kontrak yakni Rp 55 ribu/Kg dari berat hidup sapi per
ekor.
"Untuk harganya, kita
mengacu harga dunia dan tertera di kontrak yaitu 55.000/Kg berat hidup. Jadi
sangat tinggi, di atas rata-rata angka berat hidup sapi lokal, jadi untuk
itulah kami harapkan kepada seluruh masyarakat peternak untuk mempersiapkan
diri," harapnya.
Hal lain yang tidak luput dari
perhatiannya adalah soal ketersediaan pakan dan kualitas kandang. Dari itu HKTI
NTB tegasnya akan memberikan bantuan modal awal kepada peternak, sesuai dengan
jumlah sapi yang akan digemukkan oleh peternak bersangkutan untuk biaya pakan
dan pemeliharaan kandang.
"Termasuk yang paling
penting ketersediaan pakan di wilayah setempat, tidak bisa serta-merta kita
taruh sapinya kalau pakannya tidak ada, karena ada dua jenis nanti pakannya,
ada pakan fermentasi ada pakan alami berupa tanaman hijau rerumputan yang harus
dicari oleh peternak. Menyikapi itu HKTI menyediakan modal awal bagi peternak.
Modal awal di HKTI itu untuk pembelian pakan dan untuk pemeliharaan kandang,
sesuai dengan ternak sapi yang diterimanya," ulasnya.
Dirinya juga memastikan jika
tidak ada praktek pungutan dari awal sampai akhir bagi peternak dalam program
HKTI NTB ini. Bahkan jika ada temuan, Ia meminta untuk segera dilaporkan ke
pihaknya.
"Saya tegaskan tidak ada
pungutan Satu rupiah pun terhadap peternak. Kalau ada yang mengatasnamakan HKTI
memungut dana untuk program ini tolong laporkan kepada kami, karena sampai
proses penjualanpun tidak ada pungutan peternak," tegas lelaki yang
memiliki sapaan Giok itu.
Jadi, lanjutnya pula, siapa saja
boleh mengakses program ini, yang penting dia peternak atau mau belajar
berternak, serta memiliki kandang dan ketersedian pakan di lokasi
masing-masing.
Atas penjelasannya itu, dirinya
meminta bantuan kepada media agar mensosialisasikan program ini secara utuh.
Agar tujuan dan maksud dari program ini diketahui utuh oleh masyarakat, serta
menghindari cemoohan atau pesimisme pihak yang tidak memahami program ini.
"Kepada rekan-rekan media juga kami mengharapkan bantuannya, untuk menyampaikan informasi ini secara utuh kepada masyarakat secara utuh, dan kepada para pihak yang masih mempertanyakan program ini. Karena tujuan program HKTI ini riil, nyata untuk mensejahterakan masyarakat NTB, Lombok Timur pada khususnya," tutupnya. (*)