Sumber Foto: https://lombok-travel.com/direct/pulau-lombok.htm |
Kami bangsa Indonesia dengan ini
menyaatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal
yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain,
diselenggarakan
dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta
17 Agustustus 1945
Atas Nama Bangsa Indonesia Soekarno-Hatta
Opini - Teks yang dibacakan pada 17 Agustus 1945, menandakan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan kolonialisme.
Berita kemerdekaan ini menyebar ke penjuru nusantara. Akan tetapi berberda dengan Pulau Lombok yang mengetahui kemerdekaan Indonesia sebulan setelah kemerdekaan, karena kesulitan informasi dan transportasi (Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Lombok Timur: 1994; 15)
Dalam sejarahnya,
Lombok adalah merupakan salah satu daerah program politik Gajah Mada (Patih
Amangkubumi) yang ingin menyatukan nusantara (Lombok Mirah Sasak Adi; 2011; 6).
Karena mengangap daerah yang strategis. Sehingga tidak mengherankan Lombok
dalam perjalanan sejarahnya dijajah silih-berganti oleh beberapa daerah
tetangganya.
Pertama
adalah kerajaan Majapahit di Jawa Timur yang masuk ke Lombok pada abad ke 7
dengan membawa pengaruh Hindu-Budhisme dalam masyarakat Lombok. Setelah
Majapahit runtuh, Lombok dikuasai oleh Raja Jawa Muslim pada abad ke 13 dengan
memberikan warna sufisme Jawa yang penuh singkretis. Sementara itu, di bagian
Timur Lombok, Selaparang ditaklukkan oleh kerajaan Goa Makasar pada abad ke 16
dengan membawa Islam Sunni. Setelahnya kerajaan Bali dari Karangasem menduduki daerah Lombok Barat
sekitar abad ke-17, dan kemudian mengkonsolidasikan kekuasaannya terhadap
seluruh Lombok setelah mengalahkan kerajaan Makasar pada tahun 1740. Kemudian kedatangan Belanda dalam membantu
masyarat Lombok dalam melawan kerajaan Bali malah Belanda justru menjadi
penjajah baru di Lombok. Bahkan Belanda banyak mengambil tanah yang sebelumnya
dikuasai oleh kerajaan Bali, dan memberlakukan pajak tanah yang tinggi terhadap
penduduk. Masa-asa itu juga sekaligus menjadi awal dimulainya kolonialisasi
Belanda yang berlangsung hingga berabad-abad kemudian. Hingga kemudian Jepang
datang dan ganti menjarah Lombok untuk suatu rentang waktu yang singkat, yaitu
1942-1945 (Erni Budiwanti; 2005; 11-9)
Tuan Guru dan Nasionalisme Religius
Tentu saja, penjajahan ini tidak dibiarkan begitu saja oleh para bangsawan dan Tuan Guru Lombok pada waktu itu. Misalnya apa yang dilakukan oleh Raden Wirasasih dan Mamiq Mustiasih yang melawan Belanda pada 1897. Tidak tinggal diam juga para pemuka agama di Lombok, para Tuan Guru memberikan perlawan sengit terhadap para kolonial. Perlawan yang dilakukan oleh Tuan Guru Haji Ali Batu, mulai pada tahun 1891-1982 melawan Anak Agung Ngurah Ketut Karang Asem. Walaupun pada akhirnya Tuan Guru Haji Ali Batu tewas di dalam pertempuran. Kemudian dilanjutkan oleh Guru Bangkol. Perlawanan para Tuan Guru melawan tentara NICA di markasnya pada 7 Juni 1946 di kota Selong yang dipimpin oleh Tuan Guru Haji Muhammad Faisal dengan bantu oleh Tuan Guru Muhammad Zainul Madjid dan didukung oleh para santrinya, yaitu Ahmad Nursaid, Dahmuruddin, Mursyid, Sayyid Saleh, Umar, M. Thoyyib, Saparul Khair serta kekuatan rakyat Pringgesela. Yang dalam pertempuran menewaskan Tuan Guru Muhammad Faisal sendiri.
Setelah kemerdekaan dari para kolonialis ini,
dalam penaklukan Lombok berabad-abad di Lombok, barang tentu memberikan
pengaruh dalam tata-cara dan bertingkah laku. Ketertindasan sekian lama itu
memberikan dampak kelam dalam sejarah Lombok yang berakibat pada ketidakpede-an
orang Lombok dalam mengakuan dirinya menjadi orang Lombok (Sasak).
Can The Sasak (Subaltern) Speak?
Sebuah esai yang berjudul Can The Subaltern Speak?, (Bisakah
Subltern Berbicara?) yang ditulis oleh Gayatri Chakravorty Spivak, perempuan
India dan profesor di
Universitas Pittsburgh menarik untuk
dikutip. Esai ini berisi tentang tendensi-tedensi kolonial dalam teori-teri
pascakolonial. Dimana Spivak mempertanyakan kaum intelektual pascakolonial
sebagai penyampai lidah rakyat tertidas, subaltrn. Benarkan subalten bisa
bicara? (Antariksa; Intelektual, Gagasan Subaltern dan Perubahan).
Istilah subaltern semula dipakai oleh Gramsci untuk
menunjuk mereka yang inferior. Petani, buruh dan kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi objek hegemoni oleh
penguasa disebut subaltern. Subaltrn adalah sekelompok masyarak, baik buruh,
petani atau yang lainnya tidak mendapatkan akses dari penguasa sebagai sasaran
hegemoni terpinggirkan tertindas.
Dalam buku Van Der Kran, Lombok: Penaklukan,
Penjajahan dan Keterbelakangan 1870-1940 memberikan data-data sejarah bahwa
Lombok terjajah oleh kerajaan Bali setelah kemudian bergantian Belanda dan
Jepang, memberikan dampak pada keterbelakangan pada masyarakat Lombok. Relevan
dengan apa yang ditulis oleh Spivak Can The Subaltern Speak atau Can
The Sasak (Subaltern) Speak, dapatkah bangsa Sasak berbicara?
Tentu saja kita akan berbicara ketika ruang dan tempat tesedia. Pembacaan
ulang sejarah Lombok dalam konteks subaltrn, penting dilakukan dalam
merekonstruksi sejarah kita. Agar tidak terjadi kematian budaya atau nekrokulturalisme
( kematian tafsir, kematian pemikiran, kematian diskursus dan karena itu kita
akan kehilangan kebaruan-kebaruan cara pandang). Oleh karenanya, perlu
dilakukan adalah mengambil peran
masing-masing baik pemerintah daerah, budayawan dan tokoh agama dalam membangun
peradaban Lombok.
Himmaturrijal
tahdumul jibal
Selamat Hari Pahlawan
*Intelektual Muda NW