Notification

×

Iklan

Iklan

Direktur PFM Wilayah II: Jangan Masukkan Konflik Kepentingan Dalam Program BPNT

Monday, December 14, 2020 | December 14, 2020 WIB Last Updated 2021-04-01T14:43:55Z

Foto: I Wayan Wirawan, Direktur Penanganan Fakir Miskin (PFM) Wilayah II, Pada Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kemensos RI saat melakukan sosialisasi program Bantuan Sosial Pangan (BSP)/BPNT di Lotim

Lombok Timur, Selaparangnews.com – Direktur Penanganan Fakir Miskin (PFM) Wilayah II  Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial RI meminta supaya pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang ada di Kabupaten Lombok Timur dijauhkan dari konflik kepentingan, terutama konflik kepentingan antar pengusaha yang ikut berkecimpung sebagai pemasok E-Warong dalam program tersebut.

Hal itu disampaikan Direktur PFM Wilayah II, I Wayan Wirawan, pasca melakukan sosialisasi Bantuan Sosial Pangan (BSP) di Aula Kantor Bupati Lombok Timur, pada Senin, 14 Desember 2020.

“Ya itulah maka saya harapkan jangan memasukkan konflik interest di situ,” tegasnya saat ditanya konsekuensi konflik yang akan muncul jika BUMDes jadi supplier BPNT. Senin, 14/12/2020.

Menurutnya, jika hal itu terjadi maka sudah tidak lagi menjadi bidang Kementerian Sosial, melainkan urusan bidang usaha. Sehingga, kata dia, jika ada tanda-tanda konflik kepentingan di sana, maka tidak ada salahya masyarakat mengadukan hal itu ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

“Kalau memang ada unsur-unsur konflik interest, maka masyarakat yang menilai apakah harus melibatkan KPPU, karena ini kan bidangnya sudah bidang usaha, tidak lagi menjadi bidang kementerian sosial,” paparnya.

Konflik interest yang dimaksud ialah keinginan untuk meraup keuntungan pribadi dengan cara yang salah, seperti melakukan kongkalikong antara pemerintah dengan supplier. 

"Kami titip kepada kita semua, asal tidak konflik of interest, tidak ada keinginan mendapat keuntungan pribadi di dalamnya, misalnya dengan cara meminta ke Pak Sekda, sejumlah KPM dengan hitungan masing-masing KPM Rp. 25," katanya mencontohkan.

Dia percaya bahwa Kepala Desa akan bisa mengawasi jika Bumdes dilibatkan jadi supplier, karena  menurutnya, Kepala Desa tidak mungkin jadi pengurus di dalamnya. Sebab di dalam Pedum itu dikatakan bahwa ASN, Kepala Desa/Lurah dan seterusnya tidak boleh terlibat di dalamnya.

Ditambahkan oleh Wisnu, salah satu pegawai Sekertariat Dirjen PFM yang ikut menemani I Wayan Wirawan dalam acara sosialisasi tersebut. Wisnu mengatakan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten bisa menggandeng KPPU untuk menghindari adanya persaingan usaha yang tidak sehat.

Ia mengatakan bahwa Pemkab sangat bisa menggandeng KPPU jika ada persaingan usaha yang tidak sehat. Namun, lanjutnya, hal itu tergantung dari inisiatif Pemkab sendiri guna menjaga keamanan dan keberlanjutan program tersebut.

“Bisa, kalau mau melibatkan KPPU silakan, untuk menjaga persaingan usaha yang berlebihan,” sambungnya.

Akan tetapi, lanjut orang yang mengaku sebagai unsur yang memback up tiga Direktorat yang ada di Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin itu bahwa Pemkab tidak boleh mengarahkan supplier tertentu untuk bermitra dengan agen E-Warong.

“Jadi, kami tidak menyarankan adanya pengarahan terhadap supplier-supplier tertentu untuk jadi pemasok E-Warong, E-Warong tetap bebas, sebebas-bebasnya untuk memilih pemasok,” tegasnya.

Terkait dengan perbedaan tafsir mengenai Pedum BPNT, terutama pada halaman 49 bab tentang pembentukan E-Warong  yakni pada poin H dan I tentang keberadaan Bumdes jadi supplier, Wisnu mengatakan bahwa BUMDes bisa bikin unit usaha dan juga bisa jadi pemasok E-Warong.  Menurutnya, itu berdasarkan MoU yang dibuat oleh Menteri Sosial dulu. “Jadi, memang dibuka kemungkinan itu,” katanya.

Kendati demikian, Ia dengan tegas mengatakan bahwa kebolehan BUMDes jadi supplier itu dengan catatan bahwa konflik kepentingan harus steril dari wilayah tersebut.

“Harus ada rambu-rambunya, yakni tidak ada konflik kepentingan, selama ada konflik kepentingan maka akan sulit,” ucapnya.

Karena itulah Ia meminta supaya pemkab menjaga hal itu, terutama pemerintah desa, agar tidak terlibat dalam konflik kepentingan di sana. 

“Harus dijaga itu, Kepala Desa tidak boleh ada kepentingan di situ, seperti mengarahkan KPM, menekan E-Warong dan yang lain,” tutupnya. (yns)

×
Berita Terbaru Update