Foto: Surat Somasi dari salah satu supplier BPNT kepada Koordinator Agen Kecamatan Suela |
Lombok Timur, Selaparangnews.com –
Koordinator Agen penyalur Bantuan Sosial
Pangan (BSP) atau yang dulu disebut Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Kecamatan
Suela, Kabupaten Lombok Timur bernama Lalu
Muliadi merasa terganggu dengan surat somasi yang dilayangkan oleh salah satu
supplier kepada dirinya. Menurutnya, somasi yang dilakukan oleh PT. NTB Bintang
Satwa selaku penyuplai daging itu tidak memiliki alasan yang jelas dan
mendasar.
Dia menduga, somasi itu dilayangkan padanya lantaran jumlah
pesanan yang berkurang. Padahal kata Muliadi, hal itu terjadi karena
memang, di antara KPM (Keluarga Penerima Manfaat) yang dilayani di Kecamatan
setempat ada yang tak memiliki saldo di rekeningnya.
"Mungkin karena jumlah
pemesanan yang berkurang, karena di antara KPM ini kan banyak yang saldo Nol dan juga tergantung keinginan KPM
juga, mereka kan bebas memilih komoditi apa yang akan diambil," ungkapnya saat
ditemui kemarin. Jum,at, 12/02/2021.
Muliadi juga mempertanyakan legalitas
surat somasi tersebut. Katanya, antara Kop dan isi surat tidak sinkron. "Di
Kop surat itu ditujukan atas nama saya sebagai Koordinator Agen Kecamatan
Suela, Kop yang digunakan juga Kop Asosiasi Rumah Pemotongan ayam (RPA) Kali Kemakmuran,
tapi di isinya malah tertera kecamatan
Wanasaba,” ujarnya.
Karena itulah, dia berkesimpulan
bahwa surat somasi yang dikirimkan kepadanya itu merupakan surat yang salah
alamat. “Makanya saya katakan surat ini salah alamat,” ketusnya.
Pria yang biasa disapa Miq Adit
itu mengakui bahwa dirinya dan para agen lain di Kecamatan Suela merasa
tertekan dengan adanya surat somasi tersebut. "Ya walaupun surat itu ditujukan
ke saya, tapi teman-teman E-Warong lainnya merasa tidak nyaman dan takut dengan
hal-hal yang seperti ini," tandasnya.
Dia membeberkan bahwa surat
Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang sudah dibuat dengan PT. NTB Bintang Satwa selama ini tidak pernah
dilihat setelah ditanda tangani dulu. Padahal idealnya kata Muliadi, yang
namanya surat perjanjian harus dipegang oleh kedua belah pihak yang berjanji setelah disepakati bersama. Tapi ini tidak,
sambungnya, bahkan salinannya saja tidak diberikan.
Selain itu, lanjutnya, PKS itu
harus dievaluasi setiap tiga bulan sekali untuk melihat apa yang kurang dalam
proses penyaluran selama ini. Tapi, kata dia, pihak PT. NTB Bintang Satwa tidak
pernah memberikannya ruang untuk melakukan hal itu.
"Kita pernah melakukan
pertemuan di bulan Oktober lalu, untuk mengevaluasi perjanjian itu, tapi sampai
sekarang belum terakomodir, dan saya selalu membicarakan hal itu, namun dia selalu bilang tunggu
aturan baru terus," ucapnya.
Apa yang disampaikan Lalu Muliadi
itu diamini oleh Hamdani, agen lain sekaligus Sekretaris Koordinator Agen Kecamatan
Suela. Dia juga selaku agen merasa terganggu dengan adanya somasi tersebut.
"Saya juga selaku sekretaris
koordinator agen dan teman-teman agen yang lainnya merasa risih dengan tindakan
PT. NTB Bintang Satwa tersebut," pungkasnya.
Sementara itu, pihak PT. NTB
Bintang Satwa, H. Pahrurrozi saat dikonfirmasi secara terpisah menepis
tudingan dua orang koordinator agen tersebut. Menurutnya, somasi yang
dilayangkan oleh pihaknya itu justru dilakukan untuk mengembalikan mekanisme
penyaluran program bantuan sosial itu supaya berada pada rel yang seharusnya.
“Justru dia (Lalu Muliadi) yang
banyak bermain di sana, dengan mengatas namakan agen-agen lain, makanya kita somasi biar
kembali pada aturan lah,” tegasnya.
Menurutnya, surat somasi itu dilayangkan lantaran Koordinator Agen Kecamatan Suela terindikasi telah melanggar surat Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang telah disepakati selama ini. PKS yang telah mereka sepakati itu, lanjutnya, bukanlah lembaran kertas yang tidak memiliki konsekuensi hukum, melainkan dokumen legal yang memiliki konsekuensi hukum perdata jika terindikasi dilanggar.
“Karena yang namanya kita sudah
melakukan ikatan kerja sama itu kan konsekuensinya hukum, itu yang diabaikan
sama Koordinator Agen, makanya kita somasi” ujarnya.
Terkait dengan masa evaluasi atau
pengkajian ulang terhadap PKS itu, H. Pahrurrozi mengaku sudah sering
melakukannya bersama Agen-Agen E-Warong yang ada di Kecamatan Suela. Katanya,
pertemuan kadang dilakukan sebulan sekali, dua bulan sekali atau tiga bulan
sekali.
Dalam pandangannya, yang disebut
dengan evaluasi PKS bukanlah untuk memutus hubungan kerja sama begitu saja, melainkan memberikan penilaian terhadap kualitas kmododiti yang disuplai selama
ini, apakah memenuhi standar 6T atau tidak,
“Ketika prinsip 6T itu tidak terpenuhi oleh
supplier baru bisa mengambil tindakan, apakah dengan memberikan peringatan atau
pemutusan kerja sama kalau sudah diingatkan dua-tiga kali,” terangnya.
H. Pahrurrozi juga menjelaskan
terkait salinan PKS yang tidak pernah dilihat Koordinator agen selama ini. Menurutnya,
hal itu terjadi karena memang belum ada yang meminta salinan itu padanya. “Kalau
soal PKS kan dia tinggal minta saja, selama ini kan dia tidak pernah minta,” ujarnya
sembari menegaskan bahwa pada saat pertemuan terakhir dengan agen kecamatan
Suela PKS tersebut dibawakan. Namun tidak ada yang memintanya waktu itu.
Terakhir yang dijelaskan oleh H.
Pahrurrozi ialah mengenai surat somasi yang diberikan kepada Lalu Muliadi yang
katanya tidak sinkron antara kop surat dengan isinya. Kata H. Pah, begitu dia
akrab dipanggil, kesalahan alamat dalam surat itu bersifat manusiawi, hanya karena salah tulis
saja, sementara penggunaan Asosiasi Rumah Potong Ayam Kali Makmur sebagai KOP surat, karena memang surat itu dibuat oleh
Kuasa Hukum Asosiasi tersebut.
“Kami para pengusaha pemotongan
ayam ini kan punya asosasi, di mana asosiasi ini juga punya tim kuasa hukum,
jadi ketika ada aturan-aturan hukum yang dilanggar, maka merekalah yang
bertindak,” pungkasnya. (yns/izi)