![]() |
Foto: dr. Syarif Hidayatullah, Sp.B. Direktur RSUD Lombok Timur |
Untuk sampah Covid-19, RSUD yang baru beroperasi di masa pandemi covid-19 itu, menjalin kerja sama dengan RSUD Selong, lantaran belum memiliki Insinerator untuk melakukan pembakaran sendiri sebagaimana yang dilakukan RSUD Raden Soedjono Selong.
“Untuk limbah Covid-19, kita buat MoU (Memorandum of Understanding) dengan RSUD Raden Soedjono Selong, jadi limbah itu dibawa ke RSUD Selong, nanti di sana diproses,” terang dr. Syarif Hidayatullah, Direktur RSUD Lombok Timur saat ditemui di ruangannya. Kamis, 04/02/2021.
Sementara untuk limbah medis biasa, lanjutnya, sama seperti RSUD Raden Soedjono Selong, RSUD Lombok Timur juga menjalin kerja sama dengan PT. PRIA. “Seperti Soedjono, kita juga bekerja sama dengan PT. PRIA (Putra Restu Ibu Abadi) untuk sampah biasa,” ujarnya.
Khusus untuk limbah Covid-19, lanjutnya, pengangkutan ke RSUD Raden Soedjono Selong dilakukan setiap hari.
Beda halnya dengan limbah biasa dan limbah medis yang lain, perlu ditampung dulu di Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang ada di sana sembari menunggu masa pengangkutan, baik oleh PT. PRIA untuk limbah medis, maupun oleh DLHK untuk limbah biasa.
Dia menuturkan, kerja sama RSUD Lombok Timur degan PT. PRIA belum terlalu lama. Pengangkutan pertama dilakukan pada akhir tahun 2020 lalu, yakni pada bulan Desember. Dan jumlah sampah yang diangkut juga tidak terlalu banyak, masih lebih banyak limbah covid-19.
Sebenarnya, kata dr, Syarif, limbah Covid-19 itu sama saja seperti limbah medis biasa, namun karena definisinya dibedakan, maka semua limbah yang berasal dari ruangan pasien Covid-19, dimasukkan dalam kategori limbah infeksius atau Covid-19.
Karena itulah, katanya, dalam proses pengelompokan dan pembungkusan limbah itupun harus dibedakan dengan sampah lainnya. “Di packingnya itu harus dikasih label limbah infeksius,” imbuhnya sembari menegaskan bahwa tidak boleh sampah infeksius dicampur dengan sampah biasa.
Terkait dengan belum adanya insinerator di RSUD Lombok Timur, dr, Syarif mengakui bahwa setiap rumah sakit memang harus punya alat itu.
Tetapi untuk saat ini, terangnya, pihaknya masih belum berfikir ke arah sana, mengingat masa beroperasi RSUD Lombok Timur yang masih tergolong baru.
Bahkan, berdasarkan pantauan wartawan media ini, beberapa bangunan yang ada di bagian belakang masih dalam proses pengerjaan.
“Kita memang harus punya semua itu dan harus menjadi independen atau mandiri, tapi untuk saat ini kami masih belum fokus ke sana. Sekarang itu kita sedang fokus untuk meningkatkan pelayanan,” paparnya.