Mataram, Selaparangnews.com - Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) termasuk satu dari delapan Provinsi yang dikategorikan sebagai provinsi kepulauan, di Indonesia.
Provinsi NTB terdiri dari dua pulau besar yakni pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, serta terdapat 278 pulau-pulau kecil.
Selain itu, NTB juga dikenal sebagai Destinasi Wisata super prioritas di Indonesa, sehingga tidak jarang banyak investor asing yang berlomba-lomba menanamkan investasi atau mendapat kepemilikan hak atas tanah.
Hal itu menjadi perhatian pemerintah untuk terus berupaya mencegah kepemilikan penguasaan asing terhadap sumber kekayaan alam melalui berbagai hukum yang telah disiapkan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Laksamana Muda TNI Yusup, S.E., M.M, Staf Ahli Menkopolhukam Bidang Kelautan Wilayah dan Kemaritiman saat mengikuti rapat koordinasi dengan tema "Antisipasi Dan Penanggulangan Penguasaan Asing Terhadap Wilayah Daratan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Rangka Menjaga Kedaulatan Wilayah Nkri Dan Ketahanan Nasional.
Rapat tersebut berlangsung di Ruang Rapat Utama (RRU) Kantor Gubernur NTB, pada Selasa, 23 Maret 2021.
Laksamana Muda TNI Yusup menjelaskan bahwa Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka dalam rangka mencegah kepemilikan penguasaan asing terhadap sumber kekayaan alam, Pemerintah telah menyiapkan hukum atas hal tersebut yakni Undang-Undang (UU) Nomor 5 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, UU Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil dan UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengubahan atas UU 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
Dia mengatakan bahwa berbagai praktek di lapangan yang dilakukan oleh orang asing untuk dapat menguasai hak tanah di Indonesia, seperti melalui penyelundupan hukum, menikahi warga lokal dan perjanjian nominee.
“Adanya perjanjian pra nikah yang mengatur segala ketentuan yang disepakati kedua mempelai lahan yang dibeli atas nama WNI serta pengelolaan dan segala isi dilakukan oleh orang asing, sementar itu untuk perjanjian nominee yakni perjanjian yang menggunakan nama WNI dan pihak WNI menyerahkan surat kuasa kepada WNA untuk bebas melakukan perbuatan hukup terhadap tanah yang dimilikinya” jelasya.
Dia berharap, Daerah yang memiliki pesisir-pesisir dan pulau-pulau harus mampu mengamankan, memanfaatkan dan mengelola dengan baik, jangan sampai dikuasai oleh orang asing.
“Silahkan orang asing datang berbondong-bonong, tetapi sebagai penikmat saja jangan mereka sebagai pemilik, yang sering kita rasakan menjadi orang asing di negeri sendiri," tuturnya.
Sementara itu, Gubernur NTB Dr. H. Zukieflimansyah yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Provinsi NTB Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M.Si mengungkapkan bahwa dalam proses berinvestasi, tidak menutup kemungkinan orang asing akan hadir di NTB, untuk itu Pemerintah Daerah NTB telah membentuk sebuah tim yang diberi nama “Timpora”.
“Kami telah membentuk Timpora yakni Tim Penertiban Orang Asing sesuai dengan pedoman terdiri dari multistakeholder yakni imigrasi, kepolisian dan sebagainya," paparnya.
Sejak tahun 2004, lanjut Sekda, ada beberapa investor yang telah datang ke NTB, tetapi sampai saat ini belum melakukan kegiatan realisasi invetasi. Sehingga, saat mencurigai apa yang dilakukannya maka akan segera berkoordinasi dengan aparat keamanan.
Pemerintah Provinsi NTB, terangnya, telah mengusulkan untuk dilakukannya pembangunan Global Hub di Kawasan Bandar Kayangan, Kabupaten Lombok Utara (KLU).
Lokasinya, katanya, dekat dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (AKLI II) yang merupakan Highway pelayaran dunia dan pada posisi strategis berdasarkan analisis United Nations Conference On The Trade And Development (UNCTAD).
“NTB mengusulkan untuk pembangunan Global HUB sebagai tempat persinggahan dari kapal-kapal yang melintasi ALKI II, Asumsi kami, jika AKLI I terjadi stuck, maka dibutuhkan alternatif alur lainya yakni AKLI II,” papar Miq Gite. (SN)