Deni Rahman, Praktisi Hukum Lombok Timur |
Lombok Timur, Selaparangnews.com - Praktisi Hukum Lombok Timur, Deni Rahman turut angkat suara terkait kisruh Plt. Direktur RSUD Selong.
"Ada perubahan pada sistem pengangkatan Direktur pada Rumah Sakit Umum Daerah pada umumnya, termasuk RSUD dr. Raden Soedjono Selong yang konon telah ditetapkan menjadi BLUD," tulisnya di akun Facebook miliknya, Deni Ra, Minggu kemarin. 12 September 2021.
Sebelumnya, kata Deni, sistem pengangkatan Direktur RSUD itu berbasis pada jabatan fungsional atau ASN yang memiliki keahlian tertentu.
"Jika kita bicara Rumah Sakit, ya dokterlah yang memiliki keahlian, seperti dokter Bedah, dokter Gigi dan sebagainya," imbuh Deni.
Namun, tandasnya, setelah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 2019 tentang Perangkat Daerah yang merupakan hasil Amendemen dari PP Nomor 18 Tahun 2016, maka kemudian berubah sistemnya menjadi berdasarkan jabatan struktural.
"Jadi tidak lagi pengangkatan Direktur secara langsung oleh Bupati, dari pejabat fungsional, sekarang sudah didasarkan pada kepangkatan ASN," paparnya.
Pada masa dr. Tontowi Jauhari menjabat sebagai Direktur, kata Deni, sejak Agustus 2020, RSUD Selong telah naik kelas, dari Rumah Sakit tipe C menjadi tipe B.
Dan dampaknya dari itu berdasarkan regulasi yang ada, misalnya PP 72 tahun 2019 di atas, lanjutnya, maka pejabat yang menjadi Direktur haruslah dari golongan (eselon -red) II B
Sehingga, tegas Deni, secara struktural keorganisasian, jabatan Direktur itu menjadi lowong, dan atas kelowongan itulah kemudian di-Pltkan ke pejabat Direktur sebelumnya yakni dr. Tontowi Jauhari.
Dan berdasarkan Surat Edaran BPK Nomor 1/se/i/ 2021 Tentang Pengangkatan Plh dan Plt dalam lingkup pemerintahan, lanjut Deni Rahman, secara tegas disebutkan bahwa Plt tidak didasarkan pada kepangkatan Direktur definitif golongan (eselon -red) IIB, namun boleh ditunjuk dari jabatan fungsional.
Dan Karena Plt. Direktur RSUD yang sekarang adalah pejabat fungsional sebelumnya, sehingga dipercaya oleh Bupati untuk diangkat atau ditunjuk sebagai Plt Direktur.
"Kami rasa tidak ada pelanggaran hukum sama sekali dan sudah sesuai sebagaimana amanat Surat Edaran BKN tersebut," tegasnya seraya mengatakan bahwa soal kebijakan pengangkatan personal Plt Direktur tersebut tentu merupakan hak prerogatif Bupati selama mengikuti perintah Surat edaran BKN serta belum ada kaitannya dengan Permen PAN ARB Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi secara Terbuka dan Kompetitif di Lingkungan Pemerintah.
Adapun dipermasalahkannya penunjukan Plt berkali- kali untuk satu orang, menurutnya hal itu tidak ada larangan dan batasan untuk menunjuk Plt berapa kali dalam Surat Edaran BKN tersebut.
"Dalam Surat Edaran BKN itu disebutkan bahwa PLH dan PLT ditunjuk selama waktu 3 bulan dan dapat diperpanjang untuk 3 bulan," ujarnya.
Kata dapat dalam klausul itu, jelas Deni, bisa diartikulasikan sebagai kebolehan diambil untuk diperpanjang atau bisa di-Pltkan kembali kepada Plt sebelumnya, karena tidak juga terdapat larangan Penunjuk Plt sebelumnya.
"Dan jika setelah memperpanjang selama 3 bulan, juga dapat diartikan dapat diperpanjang 3 bulan lagi dan seterusnya karena tidak ada larangan untuk batasan perpanjangan masa PLT dalam beberapa kali," urainya.
Ia mengatakan bahwa statemennya itu didasari pada norma yang ada yakni wilayah free policy atau kebijakan diskresi yang diatur dalam UU bahwa dalam Pasal 1 Angka 9 UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Di mana, kata dia, kebijakan diskresi dapat diambil oleh Bupati untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, sehingga Bupati dalam hal memiliki diskresi dapat mengambil kebijakan berdasarkan subyektifitasnya.
Jika kemudian Bupati menunjuk Plt RSUD dr. Raden Soedjono Selong kepada Plt yang sekarang, yakni dr. Tontowi Jauhari karena telah dianggap berprestasi menaikkan kelasnya dari C menjadi B sebagai basic mind/alasan subyektifitas Bupati tersebut dalam konteks ini.
"Maka, kami pikir alasan yang sangat logis dan mendasar, karena memang perlu didorong dan diberikan ruang kepercayaan kepada pejabat yang memiliki kinerja yang memuaskan, terlebih berprestasi," pungkasnya. (Yns)