Pepadu Sasak Perspektif Etnopsikologi karya Mastur, S.Psi., MA |
Lombok Timur, Selaparangnews.com - Buku berjudul Pepadu Sasak Perspektif Etnopsikologi baru saja di launching. Buah karya Akademisi Institut Agama Islam Hamzanwadi NWDI Pancor tersebut menjadi salah satu dari sekian buku yang mengangkat tradisi lokal.
Keberadaan karya ilmiah satu ini menambah khazanah pengetahuan tentang tradisi suku sasak. Buku ini menjadi pertama yang membahas tentang tradisi peresean yang sangat digandrungi oleh masyarakat suku sasak.
Namun demikian karya satu ini lebih mengambil sisi psikologi yang disebut sebagai ekspresi dari kegiatan tersebut.
Penulis Buku Pepadu Sasak, Mastur Sonsaka, mengaku jika berbicara terakit hal itu secara akademis sangat susah ditemukan. Sejarah peresean misalnya, tak dapat ditemui dalam sebuah karya ilmiah. Lantaran sampai saat ini disebutnya belum ada yang berkonsentrasi kearah tersebut.
“Maka salah satu caranya ialah menanyakannya ke pihak yang mengetahui tentang itu,” paparnya saat mengurai singkat sisi buku tersebut, Senin sore kemarin, 1 November 2021.
Yang paling ditemukan ialah kegiatan ini menjadi sebuah ritual yang memiliki kekuatan mistis. Konon, ujarnya, seni satu ini di Gumi Sasak, sering dijadikan sebagai langkah untuk mendatangkan hujan jika terjadi kemarau panjang.
Peristiwa semacam itu diungkapnya bukan tanpa dasar. Sebab diakuinya kejadian semacam itu pernah ia sasikan semacam masih kecil. Waktu itu, ujarnya, hal itu diyakini akan mendatangkan hujan.
Sebab konon jika ada jika ada darah yang tumpah, beber Mastur, aka nada hujan yang akan menyampunya. Ditambah lagi dengan berbagai mistifikasi lainnya, yang meresidu menjadi sebuah keyakinan.
Di lain sisi, kata pengurus BPPD Lotim ini, terjadinya keanehan dengan teori umum yang sering didapatinya dari bangku kuliah. Teori etiknya, jelasnya, ketika agresifitas tinggi maka kontrol diri pasti rendah.
Apalagi dibandingkan dengan beberapa olahraga yang bercorak mengandalkan agresifitasnya, semisal tinju. Menurutnya, sudah pasti berbeda dengan seni satu ini yang hanya sampai sebatas arena saja.
Sementara itu, Prof. Dr. Adi Fadli, M.Ag, sebagai pembanding dalam buku itu mengapreasiasi lahirnya karya tersebut. Menurutnya, sampai saat ini kesejarahan di pulau Lombok masih belum jelas. Semisal keberadaan masjid tua, ada beberapa versi mulai dari abad ke 7, 16,17 hingga 18.
Meski belum jelas, bebernya, harus dijelaskan pendapat-pendapat yang berbeda tersebut. Yang bersumber dari buku-buku induk atau otoritatf.
“Jika karya ini dibuat secara dengan data yang baik dan runut maka akan menjadi kaarya yang bagus,” ujarnya (SN)