Aksi Demonstrasi yang dilakukan oleh Masyarakat Sembalun di Depan Kantor Bupati Lombok Timur |
Lombok Timur, Selaparangnews.com - Ratusan Warga Kecamatan Sembalun melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Bupati Lombok Timur, pada Rabu siang kemarin, 24 November 2021.
Aksi unjuk rasa tersebut dilakukan dalam rangka meminta Bupati Lombok Timur, H.M. Sukiman Azmy untuk mencabut sertifikat HGU (Hak Guna Usaha) PT. SKE (Sembalun Kusuma Emas) yang proses penerbitannya dinilai tidak jelas serta tidak melibatkan petani Sembalun yang telah menggarap lahan tersebut selama puluhan tahun.
Selain itu, masa aksi juga meminta Pemerintah Kabupaten Lombok Timur untuk memberikan jaminan terhadap hak para petani Sembalun atas tanah tersebut melalui skema Reforma Agraria yang sebenarnya.
"Kami para petani Sembalun akan tetap bertahan di atas tanah yang kami garap. Kami juga menolak semua skema perusahaan pemerintah yang akan mengusir petani dari tanah kami," ujar salah satu orator aksi. Kamis, 25/11/2021.
Dalam rilis pernyataan sikap yang dibagikan masa aksi disebutkan bahwa sejak keluarnya HGU PT. SKE pada awal-awal tahun 2021, konflik antara petani Sembalun dan perusahaan semakin menajam.
Pasalnya, izin lokasi yang dikeluarkan oleh Bupati Lombok Timur dan sertifikat HGU yang dirilis oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak melibatkan petani Sembalun yang telah menggarap lahan tersebut selama 26 tahun.
Hal itulah, katanya yang membuat masyarakat petani Sembalun geram dan marah dengan kebijakan pemerintah yang cenderung berpihak kepada perusahaan dibanding masyarakat.
Dalam rilis itu juga disebutkan bahwa maraknya penerbitan HGU kepada perusahaan di wilayah Sembalun diduga erat kaitannya dengan proyek pariwisata besar yang sedang dijalankan oleh pemerintah, seperti proyek Mandalika di Lombok Tengah sebagai kawasan inti pariwisata, dan Sembalun sebagai daerah penopang bagi turis yang akan melakukan perjalanan wisata, sehingga perampasan tanah yang dilakukan oleh pihak perusahaan adalah bagian dari rencana pembangunan pariwisata besar yang akan dijalankan di Sembalun.
"Pemerintah memfasilitasi perampasan tanah tersebut karena pemerintah berkepentingan terhadap berhasilnya proyek pariwisata besar ini," bunyi rilis tersebut.
Selama proses konflik tanah ini, katanya, perusahaan tetap beraktivitas di lahan tersebut dengan mencoba melakukan pemagaran di lahan, hingga menerbitkan surat pinjam pakai yang mengklaim bahwa petani Sembalun hanya berstatus sebagai peminjam di atas lahan tersebut.
Untuk menjawab hal ini pihak pemerintah menjanjikan akan menyelesaikan konflik ini melalui skema pembagian Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Akan tetapi, skema TORA yang ditawarkan oleh pihak pemerintah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang Reforma Agraria yang berlaku.
Jika mengacu pada undang-undang, TORA memiliki dua skema: pertama, menjamin sertifikat bagi petani yang telah menggarap lahan dalam jangka waktu yang lama; dan kedua, melakukan pembagian tanah (redistribusi tanah) eks-HGU perusahaan kepada petani yang tak memiliki tanah.
Namun, pihak pemerintah mencoba menipu masyarakat dengan menjanjikan akan melakukan pembagian tanah seluas 15 are kepada petani yang akan diusir dari tanahnya, lalu mengklaim itu sebagai bagian dari Reforma Agraria dalam skema TORA.
Padahal, jika pemerintah ingin mengimplementasikan skema TORA dengan konsekuen, maka petani Sembalun seharusnya dijamin haknya atas sertifikat tanah sesuai dengan bunyi peraturan mengenal TORA.
Namun yang terjadi, petani akan diusir dari tanahnya lalu dibagikan kembali tanah dengan luas yang masih terlalu sempit untuk lahan pertanian.
Berdasarkan pantauan Media ini, salah satu utusan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur mencoba menemui massa aksi, namun ditolak karena dianggap tidak memiliki kewenangan dalam masalah tersebut. Massa aksi hanya ingin ditemui oleh Bupati, meskipun hingga meniggalkan tempat unjuk rasa, Bupati tak kunjung menemui mereka. (Yns)