H.M. Juaini Taufik, Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Timur |
Lombok Timur, Selaparangnews.com - Aksi unjuk rasa yang digelar masyarakat Sembalun, Rabu, 24 November 2021 kemarin terkait penyelesaian Hak Guna Usaha (HGU) lahan eks PT Sembalun Kusuma Emas (SKE) belum menemui titik terang.
Bupati Lombok Timur HM Sukiman Azmy dan Sekretaris Daerah (Sekda) Lotim HM. Juaini Taufik, M.Ap, saat aksi berlangsung tengah berada di luar daerah.
Menyikapi perkembangan kasus lahan eks PT SKE yang belum menemui kesepakatan itu, Ketua Tim penyelesaian sengketa HGU PT. SKE, HM. Juaini Taufik angkat bicara.
Bagi Pemkab Lotim kata Juaini Taufik, penyelesaian sengketa lahan tersebut akan diselesaikan sesuai aturan dan norma hukum yang berlaku. Penyelesaian kasus tersebut telah dilakukan berkali-kali melalui musyawarah. Meskipun, terjadi pro dan kontra antar masyarakat setempat.
Hasil dari rapat pertemuan bersama masyarakat telah dilaporkan kepada Bupati Lombok Timur sesuai tanggal yang tertera pada berita acara pertemuan yakni, 10 Februari 2021 lalu.
Menurut Juaini Taufik, dalam rapat sebelumnya diusulkan agar pengelolaan lahan untuk masyarakat seluas 150 hektar dari luas lahan yang ada yaitu 270 hektar.
"Usulan itu telah disampaikan kepada pak Bupati melalui surat permohonan pengelolaan lahan ke Kanwil BPN. Tetapi, Kanwil BPN dalam surat balasannya berisi untuk pengelolaan lahan HGU kepada PT SKE seluas 150 hektar dan untuk masyarakat 120 hektar," ujar Sekda Lotim HM. Juaini Taufik kepada wartawan. Jum'at, 26/11/2021.
Rapat tim gabungan birokrat dan perwakilan masyarakat Sembalun tahun 2019 lalu itu mengisyaratkan bahwa usulan itu menjadi kesepakatan awal. Balasan dari Kanwil BPN selaku institusi yang berwenang untuk memproses administrasi pertanahan.
Dengan lahan HGU 120 hektar tersebut maka status lahan itu menjadi tanah cadangan negara bebas.Tentunya, kata Sekda Lotim, status lahan itu akan diatur oleh Pemkab Lotim sesuai dengan surat keputusan Bupati Lotim berdasarkan data yang ada pada masyarakat setempat.
Sayangnya, dilain pihak masih ada warga yang keukeuh agar sistem pengelolaan lahan eks PT SKE seperti sekaran ini. Meskipun diakui, beberapa oknum masyarakat diantaranya ada yang menguasai lahan hingga 2 ha.
Beberapa pendapat warga lainnya pun tak kalah berbeda. Kelompok masyarakat ini menginginkan lahan itu dikembalikan ke tanah adat.
"Terhadap kelompok yang menginginkan dikembalikan ke tanah adat, justru mendapat penolakan dari menteri ATR/BPN saat itu. Khusus di Pulau Lombok tidak ada tanah ulayat. Artinya, pendapat ketiga ini sudah terjawab dari kementerian ATR/BPN," jelas Sekda.
"Proses reforma agraria ini diawali dengan usulan bupati kepada institusi BPN. Akan diawali sosialisasi kepada masyarakat dengan mempertimbangkan by name, by NIK dan by address," jelas Sekda.
Ia mencontohkan Ahmad, salah satu usulan warga setempat. Nama tersebut biasanya single identiti. Jika mengandalkan usulan dari bawah, nama Ahmad itu bisa saja lebih dari satu.
Ada nama Ahmad dengan Nomor NIK A dan ada pula Ahmad dengan No NIK B. Untuk memastikan kebenarannya sesuai dengan prinsip berkeadilan, pemda akan melakukan pengecekan dengan melibatkan Dinas Dukcapil Lotim.
Bagi Pemerintah daerah, persoalan ini memang tidak sesederhana yang dibayangkan. Dengan pengaturan pembagian lahan yang berkeadilan ini diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi masyarakat setempat.
Pemerintah berlaku sebijak mungkin untuk melakukan pemecahan masalah agar tidak memunculkan gejolak sosial di kemudian hari.
"Kita aspiratif tetapi disesuaikan dengan aturan norma yang berlaku. Kami tegak.lurus dengan pola penyelesaian sesuai dengan regulasi yang ada. Jangan mempengaruhi kami untuk bertindak melawan hukum. Demo tidak akan mempengaruhi kami untuk melawan hukum ataupun bertindak kurang adil kepada masyarakat. Baik yang pro dan kontra semuanya adalah masyarakat Lombok Timur," harapnya.
Bagi pemda Lotim, kasus ini tidak bisa diselesaikan dengan cara kekerasan. Terlebih masalah ini menyangkut keperdataan.
"Mari kita selesaikan dengan cara norma-norma yang ada. Selama ini pemerintah daerah bukannya tidak mendengar aspirasi masyarakat Sembalun. Negara itu sebenarnya harus hadir di tengah potensi masalah yang terjadi di tengah masyarakat. Kita ingin menyelesaikan kasus ini dengan prinsip berkeadilan sesuai by data dan by fakta," tandasnya. (SN)