Gambar Ilustrasi (Sumber: fiscal.id) |
Opini, Selaparangnews.com - Kalau kita berbicara kemiskinan dan pendidikan, keduanya memliki hubungan yang saling berkaitan satu sama lain. Di Indonesia sendiri angka kemiskinan dari tahun ke tahun semakin meningkat di karena salah satu faktor yaitu rendahnya pendidikan. Apalagi di tambah wabah pandemik ini semakin meningkat kemiskinan di Indonesia dan semakin besar presentase putus sekolah anak-anak karena pandemik.
Korelasi antara pendidikan dan kemiskinan sudah lama menjadi isu sentral di banyak negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat, permasalahan muncul sebagai akibat besarnya subsidi yang diperuntukan bagi kelompok masyarakat miskin (Carey, 2002).
Kemiskinan merupakan masalah klasik yang telah ada sejak menusia ituada. Kemiskinan itu berwajah banyak dan akan terus menjadi persoalan dari masa ke masa, sehingga menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun.
Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar, sehingga menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun.
Berdasarkan rilis data dari Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia mengalami kenaikan dari 9,22 persen pada September 2019 menjadi 9,78 persen pada Maret 2020. Persentase penduduk miskin Maret 2020 ini setara dengan 26,42 juta penduduk miskin.
Pendidikan diakui secara luas bahwa memiliki peran sebagai pemimpin dalam instrumen pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu pendidikan semakin dikembangkan.
Hal tersebut dilakukan karena pendidikan mampu memperbaiki kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan Pendidikan menjadi salah satu modal untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun sayangnya tidak semua orang bisa mengenyam pendidikan karena tidak memiliki biaya.
Menurut Gillis (2000) terdapat dua alasan mengapa pendidikan itu penting. Pertama karena banyak permintaan yang tinggi untuk pendidikan, hal ini terjadi karena banyak masyarakat yang percaya bahwa pendidikan yang tinggi akan memberikan keuntungan bagi mereka. Kedua, karena banyak hasil observasi yang menyatakan bahwa dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka pendapatan dan status sosial di masyarakat akan terangkat.
Ada 45,21 juta siswa di Indonesia pada tahun ajaran 2020/2021, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Dari jumlah tersebut, mayoritas atau sebanyak 24,84 juta siswa (54,95%) di antaranya merupakan siswa sekolah dasar (SD).
Tercatat, jumlah siswa SD di sekolah negeri sebanyak 21,21 juta siswa dan sekolah swasta sebanyak 3,63 juta siswa. Siswa laki-laki mendominasi sebanyak 52,17% dari total siswa SD pada ajaran 2020/2021.
Kemudian, jumlah siswa sekolah menengah pertama (SMP) ada sebanyak 10,09 juta siswa pada periode yang sama. Sebanyak 7,37 juta siswa di antaranya berasal dari sekolah negeri.
Siswa laki-laki juga mendominasi dalam jenjang pendidikan ini, yaitu sebanyak 51,41% dari total siswa SMP pada ajaran 2020/2021. Lalu, jumlah siswa sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 5,01 juta siswa. Mayoritas berasal dari sekolah negeri sebanyak 3,70 juta siswa.
Tercatat, siswa di jenjang pendidikan ini merupakan perempuan, yakni sebanyak 54,90% dari total siswa SMA pada ajaran 2020/2021. Sementara, jumlah siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) ada sebanyak 5,25 juta siswa.
Tentu saja kemiskinan bukan hanya terjadi karena masalah pendidikan, namun banyak faktor seperti ekonomi, sosial budaya, lingkungan, dll. Namun pendidikan merupakan hal yang menurut saya paling fatal dalam hal kemiskinan.
Kemiskinan dapat juga dilihat dari dimensi lain, yakni tidak selalu dikaitkan dengan penghasilan atau konsumsi yang tidak cukup, namun dapat juga dilihat dari ketidakcukupan untuk kesehatan, nutrisi dan pendidikan. Dalam bidang pendidikan tingkat buta huruf dapat digunakan untuk mengukur garis kemiskinan.
Di indonesia ini pendidikan masih kurang atau bahkan tidak menjadi prioritas sebagian masyarakat dan juga pemerataan ukuran standar pendidikan di tiap wilayah juga masih belum sama.
Contohnya di daerah pedesaan yang dimana fasilitas/sarana prasarana yang tersedia masih sangat kurang seperti, bangunan yang tidak layak, fasilitas mengajar yang kurang, dll.
Bukan hanya dari segi saran prasarana juga rendahnya pendidikan di karenakan mahalnya biaya pendidikan. Di Indonesia sendiri saya rasa biaya pendidikan bisa di bilang lumayan mahal, walaupun ada bantuan bantuan seperti beasiswa, dll. Namun tidak meratanya anak-anak yang dapat bantuan seperti itu.
Rata- rata yang memiliki pendidikan yg rendah adalah mereka yg memiliki kelas ekonomi ke bawah. bagi masyarakat kelas menengah ke bawah potensi mereka putus sekolah sangatlah tinggi di karena biaya yg mahal dan membuat mereka tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan mereka.
Mereka beranggapan bahwa jika mereka berangkat ke sekolah hanya membuang biaya dan waktu. Di tambah lagi sekarang masa pandemi semua serba sulit bahkan sampai banyak orang uang berhenti sekolah karena masalah ekonomi yang semakin sulit.
Banyaknya yang di PHK, mencari pekerjaan yang sulit, apalagi diturunkannya aturan ppkm yang membuat orang-orang sulit untuk bisa pergi ke mana. Yang membuat semakin menurunnya ekonomi masyarakat itu sendiri. Munculnya pandemi ini telah merubah perilaku, aktivitas ekonomi, dan pendapatan masyarakat yang sampai saat ini memunculkan orang miskin baru.
Contohnya saja munculnya para pengamen cilik yang ada di persimpangan lampu lalu lintas ada juga yang menawarkan koran, tisu, masker dan menjadi pedagang asongan, mereka rela untuk tidak menerima pendidikan di sekolah dan malah untuk mencari uang di persimpangan lampu lalu lintas.
Dampaknya bukan hanya kepada aspek pendidikan, tapi juga keselamatan mereka. Mereka seperti itu karena faktor keadaan yang dimana karena kemampuan ekonomi mereka yg tidak mencukupi untuk mereka melanjutkan ke jenjang lebih tinggi.
Hal lainnya yaitu juga rata rata pola pikir masyarakat yang beranggapan bahwa wanita tidak perlu sekolah tinggi karena pada dasarnya mereka hanya akan berada di dapur dan mengasuh anak, ya memang pada dasarnya semua wanita akan seperti itu namun itu bukan tolak ukur untuk tidak memiliki pendidikan yang lebih tinggi lagi.
Justru dengan memiliki pendidikan yang lebih tinggi lagi membuat pola pikir mereka semakin terarah. Contohnya seperti mereka lebih banyak persiapan ke dunia kerja, pendidikan yang mereka emban bisa mereka salurkan ke anak mereka nanti, membuat bisnis lebih mudah, dan masih banyak lagi.
Karena pendidikan bagi wanita bukan hanya sekedar ujung-ujungnya di dapur atau menjaga anak. Namun ilmu yang mereka dapatkan di dunia pendidikan itu yang sangat membantu nantinya bagi diri mereka, keluarga, atau org banyak. Sehingga pola pikir seperti itulah yang harus di hapuskan di masyarakat.
Itu mengapa juga pendidikan begitu penting dalam memutuskan rantai kemiskinan. Kenapa saya bilang seperti itu. Karena begitu pentingnya pendidikan. Di zaman globalisasi ini kita di tuntut untuk bisa mempersiapkan diri, persaingan semakin ketat sehingga semua balik lagi ke kita bagaimana kita mengatur itu semua, jika kita sudah memiliki pengetahuan yang cukup dan skill yg bagus akan sangat memudahkan dalam hal mencari pekerjaan atau sejenis. Dengan seperti itu bisa membantu menaikan taraf ekonomi mereka sendiri.
Ada banyak anak kurang beruntung dalam hal pendidikan. Mereka gagal bukan hanya karena faktor sistem yang tidak menempatkan anak sebagai pusat perhatian, melainkan banyak juga kegagalan dibentuk kelemahan program yang tidak peduli terhadap kemiskinan. Karena itu, jelas sekali kita memerlukan lebih banyak lagi program pendidikan yang pro pada kemiskinan dan memegang teguh arti kesetaraan. Jika kesetaraan ialah fitrah yang secara normatif merupakan kebutuhan manusia secara keseluruhan, benar adanya jika UUD 1945 telah menyebutnya secara kasat mata.
Padahal dalam segi pendidikan seharusnya tidak ada pembatasan, seperti yang tertera dalam UUD 1945 dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan kita sesungguhnya telah mampu meletakkan landasan operasional yang jelas bagi sebuah sistem pelayanan pendidikan yang terpadu dan komprehensif bagi semua kalangan masyarakat, termasuk masyarakat miskin.
Kebijakan pemerintah dalam percepatan penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, adalah: (1) menaikkan anggaran yang berkaitan (langsung/tidak langsung) melalui pendekatan pemberdayaan berbasis komunitas, (2) mendorong APBD Provinsi, Kabupaten dan kota untuk program yang terkait, (3) tetap mempertahankan program lama dan (4) melakukan akselerasi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga. Instrumen utama melalui program PNPM-Mandiri, pengembangan bahan bakar nabati, keluarga harapan serta permodalan melalui kredit mikro (Royat, 2009).
Beberapa anggaran pengentasan kemiskinan disalurkan melalui berbagai program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Raskin, bantuan sekolah/pendidikan, bantuan kesehatan gratis, pembangunan perumahan rakyat, dan pemberian kredit mikro. Semua program tersebut umumnya bertitik tolak dari paradigma pendapatan (income) sebagai patokan dalam memberantas kemiskinan. Namun dalam realitasnya, tingkat kemiskinan dan pengangguran belum menunjukkan penurunan yang cukup signifikan.
Menurunnya tingkat kemiskinan merupakan tolak ukur keberhasilan sebuah negara. Tingkat PDB (Produk Domestik Bruto) yang tinggi tidak menjamin bahwa misi dapat diatasi secara menyeluruh. tingkatnya pendidikan dan komunitas merupakan lingkaran setan permasalahan yang tidak diaktifkan.
Program-program pemerintah diharapkan mampu mengurangi angka kemiskinan dan pemerataan pendapatan secara menyeluruh. Banyaknya bidang yang muncul mengakibatkan program pemerintah khususnya pendidikan menjadi tidak menyeluruh di beberapa daerah. Dengan meningkatkan taraf pendidikan diharapkan dapat meningkatkan soft skill dan membuka lapangan kerja baru.
Persaingan dalam dunia kerja saat ini sangatlah tinggi, namun jika memiliki pendidikan yang cukup tinggi bisa memudahkan kita mengakses dunia pekerjaan itu sendiri bahkan kita bisa membuat dunia pekerjaan kita sendiri. Di sana mereka bisa memiliki penghasilan yang lebih tinggi untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka.
Pendidikan bukan hanya sekedar sebagai formalitas, namun pendidikan memiliki jangka panjangnya untuk kedepannya dan sangat-sangat berpengaruh baik untuk diri sendiri maupun keluarga,lingkungan, dll. Dengan pendidikan yg lebih baik dapat memudahkan mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang di dapatkan pun bisa sesuai dan dapat membantu memperbaiki taraf hidup yang lebih baik lagi.