Notification

×

Iklan

Iklan

Akulturasi Ragam Tradisi di Desa Sorinomo: Masyarakat Sasak di Luar Lombok

Tuesday, July 26, 2022 | July 26, 2022 WIB Last Updated 2022-07-26T11:56:11Z

Gambar Ilustrasi

Opini - Istilah tradisi seringkali kita dengar terutama dimasyarakat Indonesia khusunya masyarakat sasak yang sosialnya masih tinggi dan masih memegang erat nilai-nilai ajaran dari warisan nenek moyang. Tradisi merupakan kebiasaan yang tidak biasa dan dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat. Tradisi juga dapat membantu untuk memperlancar perkembangan pribadi anggota masyarakat, salah satu contoh dalam membimbing anak menuju kedewasaan. 


Selain dalam konteks individual, tradisi juga berperan penting sebagai pembimbing atau bahan acuan pergaulan bersama di dalam bersosial. Seperti yang dikatakan W.S. Rendra tentang pentingnya tradisi bahwa tanpa tradisi, pergaulan bersama akan menjadi kacau, dan hidup manusia akan menjadi biadab. 


Akan tetapi, jika tradisi kita artikan sebagai suatu hal yang bersifat absolut, maka nilai-nilai tradisi tersebut akan menjadi penghambat kemajuan suatu masyarakat. Oleh sebab itu, nilai-nilai dari tradisi yang kita terima perlu kita sesuaikan dengan keadaan zaman.


Secara universal tradisi dikenal sebagai kebiasaan, atau dalam pengertian yang paling sederhana tradisi merupakan suatu perilaku yang dilakukan sejak lama atau diwariskan oleh nenek moyang sehingga menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan suatu masyarakat. 


Hal yang paling fundamental dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun tidak tertulis (lisan), karena dengan begitulah tradisi dapat dilestarikan. Dalam konteks yang lebih mendalam  tradisi merupakan keyakinan yang melibatkan unsur-unsur animisme dan dinamisme. 


Animisme berarti percaya kepada roh-roh halus atau roh leluhur yang ritualnya terekspresikan dalam persembahan tertentu di tempat-tempat yang dianggap keramat.  Kepercayaan seperti itu adalah agama yang pertama, semua yang bergerak dianggap hidup dan mempunyai kekuatan gaib atau memiliki roh yang berwatak buruk maupun baik. 


Dengan kepercayaan tersebut penganutnya beranggapan bahwa di samping semua roh yang ada, terdapat roh yang paling berkuasa dan lebih kuat dari manusia. Dan agar terhindar dari roh tersebut mereka menghormatinya sebagai sesama makhluk ciptaan tuhan melalui ritual-ritual tertentu.


Berbicara tentang ragam tradisi tentunya hal itu dialami juga oleh masyarakat Lombok atau masyarakat sasak secara umumnya. Setiap daerah yang ada di Lombok tentunya memiliki tradisi tersendiri yang ditinggalkan oleh nenek moyangnya sebagai warisan leluhur untuk kemudian diharapkan untuk dilestarikan sebagai bentuk penghormatan terhadap nenek moyangnya dan sebagai ciri khas atau identitas dari masyarakat sasak. 


Dalam konteks ini masyarakat sasak yang dimaksud bukan hanya hanya masyarakat sasak yang tinggal di Lombok akan tetapi masyarakat sasak yang tinggal diluar Lombok juga karena seperti yang kita ketahui bersama pada masa pemerintahan soeharto atau lebih tepatnya pada tahun 90-an tidak sedikit masyarakat sasak yang imigrasi ke pulau-pulau lain untuk melanjutkan hidupnya dan bersosial dengan masyarakat lain yang tradisi dan budayanya berbeda dari mereka. 


Namun dengan begitu, tidak serta-merta masyarakat Sasak meninggalkan warisan leluhurnya akan tetapi malah semakin melestarikan tradisi-tradisi leluhurnya untuk kemudian diakulturasikan dengan tradisi lain. 


Hal inilah yang menjadi substansi pembahasan pada tulisan ini dan diharapkan tulisan ini dapat memberikan kita pengetahuan baru dan menjadi pembelajaran yang bermanfaat untuk keberlangsungan hidup bersosial masyarakat sasak. 


Dalam perspektif penulis, ragam tradisi yang dialami masyarakat sasak yang tinggal di luar Lombok lebih menarik untuk dikaji karena masyarakat tersebut bersosial dengan masyarakat yang secara tradisi dan budayanya sedikit berbeda dari mereka. Seperti halnya yang dialami oleh masyarakat sasak yang tinggal di Kabupaten Dompu atau lebih tepatnya di desa Sorinomo, Kecamatan Pekat. 


Masyarakat yang tinggal di desa tersebut berasal dari wilayah yang berbeda-beda, ada yang dari Lombok Timur, Lombok Tengah, dan juga Lombok Barat hingga berbeda suku dari mereka. 


Keberagaman asal ini tentunya menjadi alasan atas keberagaman tradisi yang mereka lestarikan, namun hal itu tidak membuat mereka berpecah belah. Akan tetapi ragam tradisi tersebut mereka akulturasikan menjadi satu tradisi yang mereka lestarikan secara kolektif. Dalam perspektif penulis, hal ini merupakan suatu hal yang sangat menarik untuk dikaji mengingat banyaknya konflik yang disebabkan karena perbedaan paham.


Sebelum masuk terlalu jauh ke pembahasan, penulis ingin menyampaikan bahwa dalam sosial masyarakat tidak semua tradisi suku sasak itu ada dan dilestarikan olehnya, akan tetapi di sini penulis hanya akan mengkaji tradisi-tradisi yang hanya diketahui oleh penulis dan narasumber.


Dalam pembahasan ragam tradisi masyarakat sasak, ada beberapa tradisi yang menjadi pokok pembahasan kajian yaitu di antaranya tradisi Betanduran, Bebubus, Nyawek, Memon, dan tradisi Dzikiran atau Selametan. 


Tentunya dari kelima tradisi ini ada tiga substansi yang menjadi pokus kajian yaitu pengertian, esensi atau tujuan, dan eksistensi dari tradisi tersebut.


1. Tradisi Betanduran (Besiru)

a. pengertian

Tradisi Betanduran atau Besiru adalah suatu kebiasaan masyarakat sasak untuk saling tolong- menolong dalam pekerjaan. Misalnya hari ini si A menolong pekerjaan si B maka nanti ketika si A punya pekerjaan maka sudah menjadi kewajiban si B untuk kembali menolong. Artinya dalam tradisi ini terdapat suatu relasi yang korelatif atau hubungan timbal balik anatar kedua belah pihak atau lebih.


b. Esensi atau Tujuan


Dalam tujuan pelaksanaan tradisi ini tentunya memiliki tujuan untuk bagaimana menegaskan bahwa kita sebagai makhluk sosial itu sangat saling membutuhkan satu sama lain. Tradisi ini juga bertujuan untuk meningkatkan tali silaturahmi antar masyarakat yang satu dengan yang lain sehingga tercipta hubungan yang harmonis lewat pertemuan-pertemuan yang dilakukan melalui tradisi tersebut sehingga masyarakat semakin sadar akan pentingnya saling tolong menolong dalam kehidupan bersosial.


c. Eksistensi


Berbicara tentang eksistensi dari suatu tradisi tentunya setiap wilayah memiliki jawaban dari keadaan masing-masing karena itu dinilai dari keadaan masyarakat setempat. Keberadaan penerapan dari tradisi ini pada tempat penelitian penulis saat ini sudah sangat minim dan mengalami pergeseran. 


Hal itu dikarenakan kemajuan tekhnologi dan persaingan ekonomi masyarkat yang dari hari ke hari kian mengalami perubahan yang signifikan. Salah satu contoh ketika pada musim tani masyarakat tempo dulu saling membantu dalam proses penanaman, perawatan, dan proses memanen, namun dikarenakan kesibukan masing-masing dari masyarakat sehingga mau tidak mau memanfaatkan tekhnologi untuk membantu proses bercocok tanamnya. 


Tidak sedikit juga dari masyarakat yang mendatangkan tenaga kerja dari luar wilayahnya untuk kemudian digaji membantunya bertani. Hal itulah yang menyebabkan tradisi betanduran ini sudah sangat minim dilakukan.


2. Tradisi Bebubus


a. Pengertian


Sedikit berbeda dengan tradisi-tradisi yang lain,  pengertian Bebubus ini erat kaitannya dengan ilmu batiniah cuman dikarenakan tradisi ini selalu disertai dengan keyakinan akan tetapi secara sederhananya pengertian tradisi Bebubus adalah sebuah ritual untuk menyandarkan hajat atau keinginan melalui perantara suatu benda. 


b. Esensi atau Tujuan


Tujuan dari tradisi ini tentunya untuk meminta pertolongan kesembuhan atau perubahan karakter dari seseorang dengan mengandalkan hal-hal yang bersifat non-fisik atau gaib.


c. Eksistensi


Keberadaan dari tradisi ini terbilang sudah punah dikarenakan mindset dan pola pikir masyarakat sudah lebih mempercayai ilmu kedokteran dan sejenisnya. Hal itu memang disebabkan karena ilmu kedokteran lebih efektif dirasakan oleh masyarakat dan tentunya lebih rasional.


3. Tradisi Nyawek


a. Pengertian


Tradisi Nyawek ini sendiri memiliki pengertian suatu ritual untuk memberitahu dan meminta izin kepada makhluk pemilik tempat (makhluk gaib). 


b. Esensi atau tujuan. 


Tradisi ini bertujuan untuk meminta izin sebagai bentuk saling menghormati kepada sesame makhluk ciptaan. Di Samping itu juga ada hal lain yang menjadi esensi dari tradisi ini akan tetapi hal itu hanya diketahui oleh sebagian orang karena erat kaitannya dengan ilmu kebatinan.


c. Eksistensi


Sedikit berbeda dari tradisi-tradisi sebelumnya, eksistensi dari tradisi ini sampai sekarang masih eksis dilaksanakan karena masih dianggap sebagai suatu hal yang sakral (suci) dan tidak ada salahnya jika hal itu tetap dilakukan karena tradisi ini tidak merugikan siapapun dan juga tradisi ini tidak pernah memunculkan pro dan kontra seperti tradisi Merarik (Maling) dan Nyongkolan.


4. Tradisi Memon 


a. Pengertian


Tradisi memon memiliki arti secara umum adalah suatu cara atau tanda untuk memulai atau mengambil permulaan sebagai penanda pekerjaan (penanaman) akan dimulai.


b. Esensi atau Tujuan


Tradisi ini memiliki tujuan untuk meminta hasil yang baik serta tanamannya dijauhi dari segala bentuk hama dan perusak sehingga tanamannya bisa dipanen secara maksimal. 


c. Eksistensi


Seperti halnya dengan tradisi Nyawek, tradisi memon ini masih tetap dilakukan karena tradisi ini selain warisan leluhurnya akan tetapi juga merupakan wujud nyata penghambaan dan penyerahan diri seorang hamba tentang ketidakmampuannya jika tanpa bantuan tuhan yang maha esa. 


Dengan paham yang masyarakat imani sampai sekarang tidak menjadikan mereka serta-merta tidak ada usaha lain untuk mendapatkan hasil yang maksimal akan tetapi itu merupakan salah satu cara atau cara pendukung proses bercocok tanam mereka.


Implementasi dari tradisi ini bukan hanya dilakukan oleh masyarakat sasak akan tetapi juga masyarakat diluar sasak seperti suku mbojo dan flores yang sosial mereka sudah melekat dengan masyarakat sasak karena tidak sulit bagi masyarakat sasak untuk mempengaruhi orang berbeda suku dari mereka karena suku sasak walaupun dinilai sebagai pendatang akan tetapi mereka terhitung sebagai mayoritas di sana karena jumlah mereka yang mengisi 85% dari populasi masyarakat desa Sorinomo.


5. Tradisi Dzikiran


a. Pengertian


Tradisi dzikiran merupakan tradisi yang umum dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Tradisi dzikiran ini memiliki pengertian sebagai bentuk permohonan keselamatan atau juga sebagai bentuk rasa syukur atas sesuatu dan kemudian diimplementasikan melalui acara dzikiran.


b. Esensi dan tujuan


Dari pengertian Dzikiran di atas tentunya dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari tradisi dzikiran ini semata-mata sebagai bentuk permohonan keselamatan kepada sang pencipta.


c. Eksistensi


Keberadaaan dari tradisi zikiran ini tentunya masih dirawat sampai sekarang. Masyarakat akan melakukan tradisi zikiran ketika memiliki hajat atau memohon doa keselamatan kepada sang pencipta. 


Dari pengamatan penulis dalam implementasi tradisi zikiran ini ada beberapa perbedaan yang terjadi dimasyarakat di desa Sorinomo dikarenakan secara background asalnya berbeda-beda. 


Sebagai contoh saja ketika masyarakat desa Sorinomo yang berasal dari Lombok Tengah, khususnya bagian kawo melakukan acara zikiran maka sebelum itu harus ada ritual pembakaran dupa yang harus dilakukan oleh kyai itu sendiri dan tidak boleh dilakukan oleh orang lain. 


Berbeda halnya dengan masyarakat desa Sorinomo yang berasal dari Lombok Timur secara umum, ketika melakukan zikiran dupa bukan sebuah keharusan akan tetapi itu hanya 


sebagai cara pendukung saja. Kedewasaan masyarakat desa Sorinomo dapat terlihat dari bagaimana cara mereka menanggapi perbedaan ini, mereka tidak beranggapan bahwa suatu tradisi itu sebagai suatu hal yang absolut akan tetapi sebagai pola hidup yang secara esensinya bertujuan sebagai pemersatu masyarakat.


Di Samping itu juga, dalam konteks yang sama yaitu tradisi zikiran Sembilan hari setelah kematian ada perbedaan persepsi dalam menilai kapan perhitungan hari itu akan dimulai. Masyarakat desa Sorinomo yang berasal dari Marong Lombok Tengah menghitung hari dimulai penghitungan Sembilan hari itu dimulai dari hari kematiannya, sedangkan masyarakat Sesa Sorinomo yang berasal dari Lombok Tengah bagian mujur menghitung dimulainya Sembilan hari itu pada saat jenazah memasuki lubang kuburnya atau peristirahatan terakhirnya. 


Kemudian berbicara tentang bagaimaina proses implementasi dari kedua persepsi tersebut tentunya hal itu sudah menjadi kesepakatan yang tidak tertulis bahwa persepsi tersebut dijalankan oleh masing-masing kelompok masyarakat yang menganutnya tanpa mengintervensi satu sama lain.


Dari penjelasan di atas, tradisi adalah adat atau kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan di suatu masyarakat dan menjadi salah satu renferensi dalam hidup bersosial. Dalam kajian tulisan di atas juga dapat kita nilai bahwa masyarakat sasak di desa Sorinomo sudah cukup dewasa dalam menerima perbedaan atau ragam tradisi yang ada di masyarakatnya. 


Berbicara tentang ragam tradisi tentunya hal itu dialami juga oleh masyarakat Lombok atau masyarakat sasak secara umumnya. Setiap daerah yang ada di Lombok tentunya memiliki tradisi tersendiri yang ditinggalkan oleh nenek moyangnya sebagai warisan leluhur untuk kemudian diharapkan untuk dilestarikan sebagai bentuk penghormatan terhadap nenek moyangnya dan sebagai ciri khas atau identitas dari masyarakat sasak. 


Dalam konteks ini masyarakat sasak yang dimaksud bukan hanya hanya masyarakat sasak yang tinggal di Lombok akan tetapi masyarakat sasak yang tinggal diluar Lombok juga karena seperti yang kita ketahui bersama pada masa pemerintahan soeharto atau lebih tepatnya pada tahun 90an tidak sedikit masyarakat sasak yang imigrasi ke pulau-pulau lain untuk melanjutkan hidupnya dan bersosial dengan masyarakat lain yang tradisi dan budayanya berbeda dari mereka. 


Terakhir, penulis ingin sampaikan tentunya dalam tulisan ini penulis sangat menyadari akan kekurangan dan kelemahan dari hasil penelitiannya, sehingga penulis berharap pembaca dapat memberikan saran atau masukan yang bersifat membangun guna memperbaiki tulisan ini. 


Penulis: Khairul Hayat | Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosiologi dan Ekonomi  Universitas Hamzanwadi Pancor

×
Berita Terbaru Update