Aksi Demonstrasi sejumlah LSM dan Warga Lendang Nangka Utara di Depan Kejaksaan Negeri Selong, Lombok Timur |
Lombok Timur, Selaparangnews.com - LSM Garuda Indonesia bersama puluhan warga Desa Lendang Nangka Utara, Kecamatan Masbagik, melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Pengadilan Negeri (PN) dan Kejaksaan Negeri Selong, Kabupaten Lombok Timur. Rabu, (14/09/2022).
Mereka menuntut keadilan terhadap kasus yang menjerat dua anak muda asal Desa Lendang Nangka bernama Bambang (25) dan Ainul Yazid (18) yang divonis 1,6 tahun penjara oleh PN Selong, padahal sudah ada upaya damai di tingkat Desa dan antar keluarga.
"Sudah ada upaya damai dari terdakwa dan korban, karena mereka ini satu Desa, tetapi kenapa tetap diputus oleh pengadilan," kata M. Zaini selaku Koordinator Umum Aksi dan juga Ketua LSM Garuda Indonesia.
Orator lainnya Arifin Zulkarnaen meminta supaya mekanisme Restoratif Justice kepada dua terpidana itu dilakukan oleh Pengadilan Negeri Selong. "Kasihan mereka masih di bawah umur, cuma gara-gara benang layangan mereka harus di hukum 1.6 tahun penjara dan denda 6 juta," ujarnya.
Kasus ini, kata arifin, berawal dari tahun 2021 lalu sekitar bulan Agustus, namun sampai saat ini masih ngambang tanpa kejelasan, dan se-olah-olah digantung dan terkesan ada permainan. Ia juga membandingkannya dengan kasus ade Armando yang pelakunya hanya dihukum 6 bulan penjara.
"Ini ada orang di bawah pengaruh minum keras, dan sudah dikasih tahu sebelumnya ada benang layangan, karena tidak menghiraukan himbauan tersebut dan akhirnya terkena benang," pungkasnya.
Sementara itu Ketua Forum Rakyat Bersatu (FRB) Eko Rahadi yang sempat berorasi menduga bahwa Pengadilan Negeri selong adalah sarang para mafia hukum. Ia menduga banyak oknum pengacara internal yang bermain, sehingga membuat rusak tatanan PN selong.
"Jangan karena perbuatan segelintir Oknum, PN selong terkesan zalim, tanpa menghiraukan nasib masyarakat kecil," ujarnya
Eko juga meminta ketua Panitra PN Selong dicopot dari jabatannya, karena menurut dugaannya, dialah yang memicu rusaknya tatanan birokrasi di internal PN Selong, dan sering melakukan praktik-praktik diluar aturan.
"Kalau memang ada peraturan yang sesuai dengan Undang-Undang silahkan dipampang dong jangan main dibelakang layar, " kata eko.
Menanggapi hal tersebut Humas PN Selong Nasution mewakili pimpinan mengapresiasi aksi masyarakat melakukan demonstrasi sebagai perbaikan dan evaluasi ke depannya. Ia juga menyarankan agar melakukan langkah-langkah hukum lebih lanjut.
Terkait jika adanya oknum di PN selong yang melakukan praktek-praktek yang tidak baik, ia meminta massa aksi untuk melaporkannya dengan tentu dengan membawa bukti-bukti yang lengkap.
"Siapapun mau majelis hakim, mau Panitra silahkan dilaporkan," pungkasnya.
Masa aksi melanjutkan orasinya ke Kejaksaan Negeri Selong, di sana mereka ditemui Kepala Seksi Intelijen Lalu. Moh. Rasyid dan Kepala Seksi Pidana Umum I Made Oka Wijaya.
Di depan kedua Jaksa itu, M. Zaini Kordum aksi mengungkapkan bahwa perkara yang disidangkan atas kedua terdakwa dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan. Karena, kedua terdakwa masih anak dibawah umur.
Ia juga menyayangkan tidak ada inisiatif dari pihak kejaksaan untuk mendamaikan kedua belah pihak atas kasus itu. Padahal Kejaksaan Negeri Lotim memiliki kewenangan untuk melakukan Restorative Justice berdasarkan peraturan Kejagung RI Nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan.
Harusnya, kata Zaini, Kejaksaan memfasilitasi dua belah pihak untuk berdamai dengan restorative Justice, namun sayangnya hal itu tidak dilakukan hingga ada keputusan dari pengadilan.
Menjawab tuntutan masa aksi, Kasi Intel Kejari Lotim Lalu Moh. Rasyid mengatakan bahwa terdakwa bukanlah anak di bawah umur. Saat peristiwa hukum terjadi waktu itu kedua terdakwa sudah dikategorikan dewasa. Justru, korbannya masih anak dibawah umur.
"Jangan memutar balikan fakta. Karena perkara ini sudah berkekuatan hukum tetap, kedua terdakwa harus dieksekusi untuk menjalani masa hukuman sesuai ketetapan hakim PN Lotim," ujarnya.
Ia juga mengingatkan kepada para pendemo untuk tidak membanding-bandingkan perkara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini untuk menghindari adanya fitnah atas kasus-kasus lainnya yang diancam hukuman di bawah 1 tahun. "Coba tunjukan, kasus korupsi yang diancam di bawah satu tahun. Jangan buat fitnah," ujar Rasyidi kepada para pendemo.
Sementara itu, Kasi Pidum Kejari Lombok Timur, Ida Made Oka Wijaya menegaskan bahwa untuk memperoleh RJ harus terpenuhinya sejumlah syarat formal dan telah diatur dalam peraturan Kejagung Nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice yang merupakan pengejawantahannya pada legacy formalnya.
Dalam kasus kedua terdakwa ini, kata dia, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah mendapatkan pelimpahan berkata perkara pada tahap kedua. Sehingga harus dilakukan proses persidangan. Meskipun pada proses persidangan, sudah ada kesepakatan perdamaian. Dan itu nantinya akan jadi pertimbangan hukum oleh jaksa dalam melihat perkara yang sudah inkrah (berkekuatan hukum tetap).
"Kedua terdakwa ini harus dieksekusi. Dan saat ini sudah pemanggilan kali kedua untuk segera dilakukan eksekusi," kata Kasi Pidum sembari menjelaskan hal itu sudah menjadi ketetapan hakim PN karena perkaranya telah inkrah, kewajiban JPU selaku eksekutor untuk menjalankannya.
Karena kasus tersebut sudah inkrah, maka satu-satunya cara yang bisa ditempuh adalah melakukan Judicial Review atau Peninjauan Kembali terkait putusan hakim atas kasus tersebut. Eko. Rahadi selaku pengacara siap menempuh upaya hukum luar biasa untuk melakukan hal itu, tanpa dipungut biaya sepeserpun dari dua terdakwa. "Saya sebagai pengacara siap melakukan upaya hukum luar biasa untuk membantu dua terdakwa, tolong berikan saya salinan putusan pengadilan negeri dan surat perdamaian di Desa sebagai novum nantinya," pungkas Eko. (Yns)