Oleh: M. Abdul Aziz |
OPINI - Istilah Mahasiswa merupakan orang-orang yang sedang menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Mereka sering diidentikkan dengan pemuda yang bermimpi besar melakukan perubahan, control sosial, pemberani, dan kritis. Catatan sejarah mahasiswa sangat gemilang dalam perjalanan bangsa Indonesia melakukan banyak perubahan-perubahan besar untuk masyarakat baik masa sebelum kemerdekaan maupun sesudah kemerdekaan.
Namun dalam menjalankan misi suci para mahasiswa di waktu itu banyak yang berguguran, tewas dan hilang. Salah satu hal yang di petik dari keberanian mereka dalam mengemukakan pendapat dan keyakinan mereka ialah jiwa kritis, walaupun nyawa adalah taruhan. Bahkan petikan lirik lagu yang sangat fenomenal membakar semangat para mahasiswa “Bunda, Relakan darah juang kami”
Padahal pada situasi itu, sosial media dan teknologi digital belum berkembang seperti sekarang.
Sosial media menjadi kerabat yang paling dekat dengan mahasiswa sekarang, hampir sebagian besar mahasiswa memainkan baik untuk kepentingan pribadi, usaha atau kepentingan tertentu.
Namun sayang, dengan adanya sosial media justru mengakibatkan mengurangi interaksi sosial. Padahal mahasiswa tidak hanya hidup pada dunia maya, gedung-gedung mewah yang menjulang tinggi, namun mahasiswa mesti pada lingkungan sekitar seperti peka terhadap petani yang menjeritd dengan harga pupuk, peternak yang menjerit dengan pakan, atau alam yang di eksploitasi oleh kaum capital yang mendahului keuntungan daripada dampak yang di timbulkan.
Semestinya dengan adanya sosial media mampu memupuk sikap berani dan kritis mahasiswa dalam mengemukakan apa yang menjadi keyakinan hati dan pikiran bukan pada pusaran takut dan bingung. Rasa takut seringkali terjadi disebabkan adanya intimidasi dari dosen yang tidak akan meluluskan di mata kuliah yang ditempuh dan bingungnya mahasiswa tidak tahu mau berbuat apa dan bagaimana. Padahal jumlah mahasiswa pada tahun 2022 9, 32 juta (dataindonesia, 2023).
Banyak mahasiswa sekarang lebih banyak yang hanya datang, duduk, dengar, diam dan pulang. Mengambil Istilah Dr, Mugni kepala BKPSDM Lombok Timur mahasiswa seperti ini disebut D4P. Padahal yang kita harapkan mahasiswa yang mengemban misi suci dipundaknya ialah mahasiswa yang memiliki kemampuan religius akademik, aktivis dan humanis. Lebih lanjut Dr. Mugni menyebutnya A2HR.
Padahal misi suci tersebut bisa ditunaikan oleh mahasiswa dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang terbarukan. Namun dalam hal menyampaikan mesti mahasiswa membekali diri dengan kemampuan-kemampuan seperti menulis, kemampuan memvisualkan dan kemampuan sebagai editor baik gambar maupun Vidio.
Kemampuan menulis, mahasiswa hendaknya banyak melakukan diskusi baik dengan rekan sejawat, rekan kelas, rekan dan sesama organisasi. Hal ini menjadi suatu yang penting untuk menyerap aspirasi dan cara padang setiap individu maupun kelompok.
Selain itu dalam meningkatkan kemampuan menulis hendaknya mahasiswa lebih banyak membaca dan menulis itu sendiri karena saya menyakini kemampuan menulis hanya bisa di perdalam ketika kita terus membuat tulisan.
Saya sangat menyarankan pada mahasiswa untuk memiliki kemampuan menulis, sebab memiliki kemampuan menulis pedang perjuangan bisa dihunuskan sendiri dari sarungnya layaknya zulfikar tentu dengan memanfaatkan perkembangan teknologi sebagai medium perjuangan.
Jangan sedikit-sedikit mendahulukan kemampuan fisik daripada otak. Sadari bahwa kalian paling memungkinkan merepresentasikan menjadi pemuda yang berpikir maka tunjukkan, jangan kedap-kedap senyap. []