Oleh: M. Abdul Aziz |
OPINI - Amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melanggengkan lingkungan pendidikan sebagai medan laga. Apakah ini upaya untuk untuk menarik suara Gen milenial dan Gen Z. Melansir dari survei Kumparan per juli 2023 menunjukkan antusiasme kedua generasi ini cukup besar dengan persentasi 85%. (Kumparan, 2023)
Adapun isi dari amar putusan MK nomor Putusan No. 65/PUU-XXI/2023 Pasal 280 ayat (1) huruf h Berbunyi sepanjang frasa ”Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan"
Menurut hemat penulis inti dari amar putusan tersebut ialah lingkungan pendidikan bisa di gunakan sebagai tempat kampanye selama tidak membawa alat peraga atribut kampanye.
Berdasarkan peraturan KPU RI no 23 T.2023 tentang kampanye pemilihan umum menjelaskan Alat Peraga Kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, dan/atau informasi lainnya dari Peserta Pemilu, simbol atau tanda gambar Peserta Pemilu, yang dipasang untuk keperluan Kampanye yang bertujuan untuk mengajak orang memilih Peserta Pemilu tertentu.
Dengan demikian berarti membawa diri sendiri dan tidak bersifat mengajak itu diperbolehkan, namun dengan kehadirannya tersebut bukankah ada indikasi gestur tumbuh ingin mengajak ? hanya dia dan Tuhannyalah yang tahu apa dibenak dan dipikirannya.
Namun bagaimana pendidikan yang berada di bawah naungan Ormas dan pondok pesantren ?
Mengutip pemberitaan (Sindonews, 28/08/23) menyebutkan sekertaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyatakan pihaknya tidak akan memberikan izin kampanye di pendidikan di bawah binaan Muhammadiyah sebab akan berdampak kurang baik terhadap dunia akademik dan politik itu sendiri.
Tentu ini sudah diperhitungkan baik buruknya oleh PP Muhammadiyah sehingga berani membuat pernyataan yang melarang kegiatan kampanye oleh kandidat para calon.
Namun, bila berkaca pada organisasi masyarakat yang tumbuh subur di tubuh bangsa indonesia ada banyak ormas-ormas yang belum memperlihatkan sikap yang diambil antara boleh dan tidak diperbolehkan.
Menurut hemat penulis, boleh dan tidak diperbolehkan ini memungkinkan akan mengacu pada kepentingan dan afiliasi politik yang di ambil. Eits, pengurus Ormas besar sekaligus DPP salah satu partai, bagaimana sikap yang di ambil terhadap keputusan MK ini ya ? Jawabannya pasti dinantikan.
Mengutip (wikipedia) Organisasi kemasyarakatan (disingkat ormas) merupakan organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Artinya bahwa ormas terbentuk atas kesamaan beberapa pandangan dan pemahaman. Misalnya jika ada beberapa orang mengklaim bahwa itu milik pribadi bagaimana ? Hehe
Kembali pada amar putusan MK yang memperbolehkan kampanye di lingkungan pendidikan menuai banyak perhatian publik, lebih-lebih ormas besar yg memiliki binaan perguruan tinggi akan seperti apa menyikapi amar putusan tersebut.
Menurut hemat penulis ada baiknya para pimpinan sebuah organisasi kemasyarakatan yang memiliki binaan perguruan tinggi atau lingkungan pendidikan lain mengambil sikap yang dapat menjaga kemurnian nilai-nilai akademik tersebut bukan perguruan tinggi yang menjunjung tinggi nilai-nilai berbau kepentingan dan afiliasi politik yang ujungnya berkenaan dengan kursi dan jabatan.
Perguruan tinggi paling masuk akal wadah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa indonesia, biarkan saja fungsi ini terus di jaga. Masi banyak tempat-tempat lain yang lebih besar lapangannya, ruangannya untuk digunakan sebagai medan laga. Mari kita jaga kemurnian dari perguruan tinggi itu sendiri untuk wadah mencerdaskan. []