Gambar Ilustrasi |
OPINI - Siapa yang tidak mengenal Abu Hurairah?! Bagi pengkaji Hadits, nama beliau bukan asing lagi. Mendapat kemuliaan berupa keutamaan untuk membersmai Rasul sehingga banyak hadits yang keluar melalui jalur beliau Radhiyallahu 'anhu.
Bahkan, Abdurrahman, nama asli sahabat mulia tersebut mendapat keistimewaan Restu dari Rasul langsung sehingga memiliki kekuatan dan kecerdasan luar biasa yang kemudian menjadi 'penyambung lidah' sehingga banyak hadits dapat tersampaikan kepada banyak umat manusia hingga hari ini.
Dalam artikel ini penulis tidak sedang membincang berbagai keistimewaannya, namun lebih kepada pesan Rasul kepadanya. Bahwa untuk tidak meninggalkan shalat di waktu matahari sepenggalah (Dhuha) dan Shalat penutup yang dilakukan pada malam hari (Witir).
Abu Hurairah mengatakan:
أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ بثَلَاثٍ: صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِن كُلِّ شَهْرٍ، وَرَكْعَتَيِ الضُّحَى، وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَ نامَ
Artinya: "Kekasihku SAW mewasiatkan kepadaku tiga hal, yaitu puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat shalat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur." (HR Bukhari dan Muslim)
Wasiat yang disampaikan Nabi kepada Abdurrahman atau Abu Hurairah tesebut di atas adalah pusaka luar biasa, agar diamalkan oleh segenap umat Islam, terkhusus penuntut yang membutuhkan amalan-amalan yang menjadi pokok dalam mengamalkan ajaran Nabi selain yang wajib.
Wasiat yang berisi puasa tiga hari setiap bulan yaitu "Ayyamul Bidh", yang dapat dilakukan di awal pertengahan (sebagaimana lumrahnya umat Islam Indoneisa), melaksanakan Salat Sunnah Dhuha minimal dua rakat bisa lebih hingga masuk waktu istawaa atau menjelang Dzuhur dengan jumlah tidak terbatas sebagaimana Rasul melakukannya setiap harinya, serta melaksanakan Salat Witir sebelum tidur.
Pada bagian witir, jika pada malam harinya terbangun dan tetap diperkenankan untuk melaksanakan Tahajjud dengan catatan tanpa mengulang witir (tanpa Salat Witir).
Inilah wasiat yang harus diindahkan dan sebisa mungkin untuk diamalkan. Terlebih bagi seorang penuntut ilmu, amalan ini bahkan dikatakan bersifat pokok selain amalan lainnya untuk mengikuti jejak sahabat Mulia Abu Hurairah yang tidak terhitung jasanya dalam keilmuan atau menyampaikan ilmu agama.
Hal ini tidak membatasinya untuk terus meningkatkan kualitas dan kuantitas amalan lainnya, bahkan harus, "Allahu a'lam!"
Penulis: Nazwar, S.Fil.I., M.Phil |Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera