OPINI - Kalau membicarakan NTB pada dasarnya membicarakan diri sendiri. Kenapa membicarakan diri sendiri sebab NTB bukan milik orang lain atau NTB bukan hanya milik kepala daerah juga bukan milik elit-elit semata. Baik elit politik, elit birokrasi ataupun elit lainnya. NTB juga adalah saya. NTB juga adalah kawan-kawan semua (pemuda, aktivis, praktisi, petani, nelayan, dan semua kelompok atau entitas lokal yang ada di NTB).
NTB harus dilihat sebagai rumah bersama. Dimana ada banyak kamar dan halaman yang luas. Sebagai tempat tinggal bersama dibutuhkan kesadaran kolektif untuk menata, merawat, memperbaiki juga memperindah sehingga siapapun yang sempat singgah akan merasa nyaman dan bahagia selama menempatinya.
Dalam rumah bernama NTB ini, semua penghuni harus memiliki kesadaran menjadi kepala rumah tangga. Apalagi NTB memiliki banyak sumber daya manusia yang baik-baik dan bagus-bagus.
Lima tahun yang lalu NTB dipimpin oleh kepala rumah tangga yang memiliki visi "NTB gemilang". Ke depan kita tidak tahu apakah akan masih dipimpin oleh kepala rumah tangga yang sama atau tidak. Maka kita harus mempersiapkan calon pemimpin baru yang siap menghibahkan dirinya untuk menata, merawat dan melakukan perubahan lebih baik.
Namun demikian kita tidak perlu khawatir bahwa rumah bersama NTB akan mengalami kevakuman kepemimpinan. Kita memiliki mekanisme untuk menghadirkan pemimpin baru dengan sistem rekrutmen yang fair dan adil yang dikenal dengan mekanisme demokrasi.
Sebagai masyarakat sudah pasti berharap mekanisme pergantian pemimpin NTB berjalan dengan baik dan penuh dengan semangat berkompetisi riang gembira. Selain soal kompetisi yang riang gembira juga ada suguhan gagasan-gagasan memimpin serta membangun yang relevan untuk kepentingan masyarakat dengan setara.
Kita berharap ada gagasan pembangunan dari semua sektor yang tidak meninggalkan juga timpang terhadap masyarakat kecil menengah. Konsep-konsep pembangunan yang mengangkat dan sekaligus menjaga (memproteksi) masyarakat kecil menengah sebagaimana pemikiran para founding father kita layak ditelaah kembali dan dilakukan re-definisi kemudian di terjemahkan dalam kebijakan.
Meritokrasi dan Pemerintah Inklusif
Sebagai kandidat calon Gubernur, Lalu Muhammad Iqbal memilih jalan pemerintahan inklusif jika kelak terpilih menjadi gubernur NTB. Mamiq Iqbal meyakini pemerintahan yang dikelola dengan semangat meritokrasi dan inklusif lah yang akan membawa NTB mencapai harapan masyarakatnya menjadi masyarakat dunia yang setara.
Hadirnya pemikiran "pemerintahan inklusif" adalah sebuah refleksi sepuluh tahun terakhir yang didasarkan atas pengalaman merantau menjadi abdi negara ke berbagai belahan dunia. Artinya sepanjang pengabdian Lalu Muhammad Iqbal menemukan kecenderungan bahwa semangat meritokrasi dan inklusifitas adalah strategi kepemimpinan yang tepat untuk membawa keberhasilan bagi masyarakat.
Lalu Muhammad Iqbal meyakini gagasan inklusifitas dalam pengelolaan pemerintahan akan mampu mengajak semua elemen masyarakat untuk terlibat mengambil bagian dalam pembangunan di NTB. Sebagaimana dia sampaikan dalam sebuah dialog dengan wartawan bahwa "pemerintah harus mengambil peran di hulu dan hilir dalam pembangunan NTB, di tengah-tengahnya biarkan masyarakat dan stakeholder yang melakukannya". Tidak bisa semua hal pemerintah sendiri yang akan melakukannya. Partisipasi masyarakat adalah sebuah keniscayaan. Sebab itulah NTB ini adalah rumah bersama kita.
Ketika pembangunan melibatkan sebanyak mungkin elemen masyarakat maka semangat kolaborasi dan saling menguatkan akan terus terjalin. Subyek pembangunan adalah Masyarakat itu sendiri. Karena itu masyarakat sebagai garda terdepan pembangunan.
Kebersamaan dan kolaborasi dengan masyarakat adalah modal utama pembangunan. Dan pada akhirnya bahwa NTB akan mendunia adalah konsekuensi logis dari gagasan pemimpin yang menjadi visi rakyatnya. [ ]
*Catatan Kawan Iqbal Amir Mahmud