Basri Mulyani, Rektor Universitas Gunung Rinjani (Ist.) |
SELAPARANGNEWS.COM - Rektor Universitas Gunung Rinjani (UGR) Basri Mulyani mengungkapkan alasannya melaporkan sejumlah mahasiswanya ke Polisi yang diduga melakukan pengerusakan fasilitas kampus saat menggelar aksi demontrasi Senin lalu, 23 September 2024.
Sebenarnya, kata Basri, isu yang diangkat dalam aksi demontrasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UGR itu telah menggelinding sejak beberapa bulan lalu, namun tidak menemukan titik temu antara Mahasiswa dengan pihak kampus.
"Ini isu yang enam bulan lalu, Mahasiswa sudah hearing, berapa kali kita ketemu," jelasnya dihubungi via ponsel. Kamis, (26/09/2024).
Terkait laporan kepolisian itu, Basri menegaskan bahwa pihaknya akan membiarkannya tetap berjalan sesuai proses hukum yang berlaku selama mahasiswa yang bersangkutan tidak mau sadar, berunding dan mengakui kesalahannya.
Dalam demokrasi, kata Basri, siapapun boleh menyampaikan pendapat di depan umum, tapi tidak diperbolehkan untuk merusak fasilitas. Bahkan Ia menyebut dirinya juga mantan aktivis yang kerap melakukan aksi serupa waktu jadi mahasiswa. Tapi, kata dia, tidak pernah sekalipun dirinya melakukan pengerusakan.
Pihak kampus, lanjut Basri, tidak pernah melarang mahasiswa demo, tapi jangan merusak fasilitas. Mahasiswa yang demo itu, kata dia, paham terkait aturan tersebut, karena rata-rata mahasiswa hukum.
"Saya dulu mantan aktivis juga, demo di kampus tidak pernah saya merusak fasilitas kampus," ujarnya, seraya mengatakan bahwa setiap hari Mahasiswa memframing dirinya membunuh Demokrasi padahal dirinya sangat memahami hal itu.
Basri menjelaskan sejumlah isu yang menjadi tuntutan Mahasiswa, salah satunya soal Kartu Indonesia Pintar (KIP). Kata dia, masalah itu sudah klir saat hearing dulu, yang mana pihak kampus meminta BEM untuk mengumpulkan kwitansi Mahasiswa yang mendapatkan KIP tersebut untuk kemudian diganti oleh Kampus.
"Tapi sampai saat ini tidak ada satupun kwitansi yang diterima oleh pihak kampus. Ini kan kita sistem negara ya, jadi tidak bisa kita ganti begitu saja," imbuhnya.
Isu lain yang menjadi tuntutan mahasiswa ialah soal gedung yang ingin digunakan mahasiswa namun ditolak pihak kampus. Basri mengatakan, pihaknya tidak mau memberikan gedung itu lantaran beberapa hal, pertama karena gedungnya mau roboh akibat gempa 2018 lalu sehingga membahayakan mahasiswa.
Pihaknya berencana merenovasi gedung tersebut untuk dijadikan ruang perkuliahan, mengingat adanya mata kuliah baru yang dibuka. Selain itu, kata dia, di dalam gedung tersebut juga masih ada barang-barang dari lab bahasa yang belum dipindah sehingga ruang itu ditutup.
Sejak hearing beberapa bulan lalu, lanjut Basri, pihak Kampus telah menawarkan kepada Mahasiswa untuk menggunakan gedung lain yang akan diberikan fasilitas berupa air dan listrik.
Sebenarnya, terang Basri, Mahasiswa sudah punya sekretariat, tapi sekarang sekretariat itu tidak terurus. Basri juga menyesalkan perilaku Mahasiswa seperti itu yang ingin enaknya saja, tidak mau merawat fasilitas yang sudah diberikan pihak kampus.
Isu selanjutnya yang menjadi tuntutan Mahasiswa adalah soal Kartu Anggota Perpustakaan. Mahasiswa meminta pihak Kampus menggratiskan Mahasiswa yang membuat kartu anggota perpustakaan saat meminjam buku.
Pembayaran kartu anggota itu, kata Basri, hanya sebagai jaminan bagi mahasiswa yang meminjam buku di perpustakaan kampus, yang mana ketika Mahasiswa mengembalikan buku maka uang jaminan itu juga akan diberikan. "Itu kan sebagai jaminan saja," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Selasa, 24 September lalu, sejumlah Mahasiswa UGR dilaporkan ke polisi oleh pihak kampus atas dugaan melakukan pengerusakan fasilitas kampus berupa kaca pintu salah satu ruangan saat menggelar aksi demontrasi. (Yns)