Notification

×

Iklan

Iklan

Minim Fasilitas dan Akses Jalan Sempit, Rumah Adat Limbungan Desa Perigi Semakin Terpinggirkan

Wednesday, February 12, 2025 | February 12, 2025 WIB Last Updated 2025-02-12T15:47:23Z

Rumah Adat Limbungan, Desa Perigi, Kecamatan Suela, Lombok Timur

SELAPARANGNEWS.COM - Rumah Adat Limbungan, Desa Perigi, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok kian terpinggirkan sebagai warisan budaya Sasak yang orisinil. Kini, situs sejarah yang sarat dengan nilai adat istiadat lokal itu semakin sepi dari aktivis wisatawan.


Kondisi ini diakui oleh Kepala Desa Perigi, Darmawan. Menurutnya, salah satu faktor penyebabnya itu adalah minimnya sarana prasarana pendukung, seperti akses jalan dan fasilitas umum. 


"Betul, yang pertama adalah pendukung infrastrukturnya yang perlu dibenahi," ujarnya ditemui di ruang kerjanya. Rabu, (12/02/2025). 


Ia melihat bahwa akses jalan menuju rumah adat tersebut terlalu sempit, di samping juga mengalami banyak kerusakan, terutama di jalan masuk Desa Perigi, di pertigaan Barang Bantun Desa Pringgabaya Utara. "Itu kan jalan utama yang berlawanan arah," imbuhnya. 


Ditambah dengan kondisi wilayah topografi Desa Perigi dengan banyak tanjakan disertai belokan yang curam, maka jalan itu sangat tidak memungkinkan bagi kendaraan-kendaraan besar, seperti bus-bus pariwisata untuk masuk dengan bebas dan aman.


"Jadi kondisi infrastruktur yang kurang memadai ini berdampak pada berkurangnya kunjungan wisatawan," kata dia. 


Darmawan, Kepala Desa Perigi, Kecamatan Suela, Lombok Timur ditemui di ruang kerjanya


Pengelolaan Masih Dilakukan Secara Tradisional Oleh Masyarakat


Darmawan menjelaskan, Rumah Adat Limbungan saat ini masih dikelola secara tradisional oleh masyarakat setempat, dengan tetap menerapkan aturan-aturan dan tata nilai yang mereka pegang secara Adat. Ia menyebutkan bahwa jumlah rumah yang dihuni di sana itu sekitar 100 rumah lebih, baik yang ada di wilayah Limbungan Timur maupun Limbungan Barat. 


Namun, kata dia, ada juga rumah adat yang sudah tidak ditempati lantaran penghuninya tidak punya kemampuan untuk melakukan perawatan serta renovasi, yang biasanya dilakukan sekali tiga tahun atau sekali lima tahun. "Sebenarnya itu lebih kepada ketidakmampuan menyediakan ilalang ya untuk mengganti bahan yang sudah lapuk," sebutnya 


Sebenarnya, kata Darmawan, Pemerintah Desa sudah punya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), namun belum menyentuh dan melakukan eksplorasi maksimal terhadap potensi wisata budaya rumah adat tesebut sebagai produk wisata yang berorientasi bisnis. 


Alasannya adalah karena infrastruktur pendukung, serta akses jalan yang belum tersedia sehingga kemungkinan akan sulit dikembangkan apabila hal mendasar seperti itu tidak dibangun terlebih dahulu. 


Perlunya Intervensi Anggaran Pemerintah Daerah Hingga Pusat


Darmawan mengatakan, pengembangan Rumah Adat Limbungan menjadi satu destinasi wisata yang baik, tentu membutuhkan infrastruktur pendukung. Selain akses jalan, juga perlu adanya penataan dan perawatan secara terus menerus, agar tetap bagus dan rapi. 


"Yang pertama akses jalannya perlu diperlebar, lalu yang kedua ialah penataan rumah adatnya, dalam artian bukan merubah rumah adat tersebut melainkan menatanya agar tidak semrawut," ujarnya. 


Menurutnya, hal itu hanya bisa diintervensi oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur melalui Dinas Pariwisata, atau Pemerintah yang diatasnya. Pasalnya hal itu mustahil akan mampu dilakukan oleh Pemerintah Desa dengan anggaran yang sangat terbatas. 


Selain itu, kata dia, keberadaan rest area bagi para wisatawan juga sangat menentukan. Pihaknya sudah menyiapkan lahan seluas 90 are untuk itu, hanya saja anggaran untuk membangun fasilitas itu yang tidak tersedia. 


Menurutnya, jika beberapa infrastruktur pendukung itu sudah tersedia di kawasan Rumah Adat Limbungan, maka wisatawan dengan sendirinya akan berdatangan. Hal itu tidak diragukan mengingat kekayaan nilai dan kekhasan rumah adat limbungan sebagai situs budaya di Pulau Lombok. 


Rumah Adat Limbungan, Desa Perigi, kata Darmawan, adalah satu-satunya rumah adat di Lombok Timur, bahkan mungkin di NTB yang masih eksis dengan tradisinya, termasuk dengan keberadaan masyarakat yang menempati rumah tersebut. 


Karena itu, Ia berharap adanya upaya serius dari semua pihak untuk terus menggaungkan, merawat dan melestarikan salah satu peninggalan sejarah nenek moyang itu, terutama dari Pemerintah Daerah hingga Pemerintah Pusat. "Ini satu-satunya lo yang kita punya, yang perlu terus digaungkan, dirawat dan dijaga," pungkasnya. 

×
Berita Terbaru Update